Megeng dan Patigeni, Upacara pada Bulan Kapitu, Masyarakat Tengger


Pada bulan Kapitu “masyarakat Tengger melakukan megeng. Megeng dapat dibandingkan dengan puasa, pada masa yang telah ditetapkan, se­lama sebulan masyarakat yang sudah mampu dan cukup umur melaku­kannya. Pada saat megeng, diharuskan menghindari apa saja yang me­nimbulkan kenikmatan atau kesenangan. Pada saat itu suasana kepri­hatinan harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam menjalan­kan megeng, jiwa raga harus bersih.

Pada pembukaan megeng, masing-masing kepala keluarga membawa tumpeng ke tempat petinggi untuk dimantrai oleh Dukun. Setelah di- mantrai tumpeng dibawa pulang ke rumah, dan hanya beberapa bagian saja yang ditinggalkan di tempat Petinggi pucuk tumpeng, panggang ayam dsb. Selama megeng, orang harus dapat menguasai hawa nafsu­nya, dan selama itu harus melakukan mutih. Mutih artinya makan de­ngan menghindari garam, gula, ikan, air putih, dan apa saja yang menye­babkan makanan enak. Selama megeng bagi Dukun serta para pembantu­nya mengurangi tidur, berbicara, makan, dan bersanggama. Pada bulan megeng ini, Padanyangan dan Sanggar Pamujan menjadi pusat kegiatan dalam kehidupan masyarakat. Di Pedangnyangan ini dilakukan pemba­karan Bespo/petro. Megeng itu berlangsung sejak matahari terbit hingga terbenam.

Bagi seorang dukun, legen ataupun Tiyang Sepuh menjelang Me­geng harus mensucikan diri dengan jalan kramas, dengan doa sebagai berikut:

Niat ingsun adus kramas ing tlogo nirmolo, banyune tirta kanggo anyuceni badan ingsun suci. Suci, Suci, Suci, sak kersaning Bapa Kuasa. Artinya: Saya berniat mandi kramas di telaga suci-nama, airnya tirta untuk menyucikan badan saya, suci atas kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa.

Setelah melakukan kramas, pada hari pertama para dukun melakukan pa- tigeni, yaitu tidak tidur, tidak makan minum serta tidak berkumpul dengan istri selama sehari-semalam. Patigeni ini diulangi lagi pada akhir megeng. Setelah Megeng berakhir, pendudukpun mengadakan selamatan di rumah Petinggi lagi dan seluruh upacara dipimpin oleh Dukun.

Upacara pada pujan Kapitu, ditujukan juga untuk mengingatkan orang agar selalu dapat mengendalikan hawa nafsu serta pengendalian diri sendiri. Hendaknya orang mampu menjauhi larangan selama ber­langsungnya megengan.

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Jakarta:  Upacara Kasada dan Beberapa Adat Istiadat Masyarakat Tengger, Proyek Sasana Budaya , Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 1978-1979,  hlm.93

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Probolinggo, Seni Budaya, Th. 1978 dan tag , , , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar