Telonan, Tradisi Jawa Timur


Telonan yaitu upacara yang diselenggarakan pada waktu bayi berumur 3 lapan (3 x 35 hari = 105 hari). Upacara ini diselenggarakan tepat pada hari lahir (weton) anak tersebut. Mengenai sarana (sajian) untuk selamatan telonan sama dengan selamatan selapanan.

Pantangan dan Anjuran

Seorang ibu yang mempunyai anak kecil (bayi) harus memperhatikan adanya pantangan-pantangan dan anjuran-anjuran.

Pantangan

  1.  Tidak boleh makan lombok , agar mata bayi tidak keluar kotoran (Jawa : blobok).
  2. Tidak boleh makan ketela rambat agar supaya tali pusat tidak berair.
  3. Tidak boleh makan sayur kluwih agar tidak mempunyai anak banyak (Jawa : aja keluwihan anak).
  4. Tidak boleh makan teri maksudnya agar jangan diberi anak banyak (Jawa : aja diteri anak akeh).
  5. Tidak boleh makan kecambah (thokolan) maksudnya dalam bahasa Jawa : aja thukul anak maneh (jangan cepat-cepat tambah anak lagi).
  6. Tidak boleh minum cendol, maksudnya dalam bahasa Jawa : aja endhol-endhol anak maneh (jangan banyak anak).
  7. Dilarang mengangkat benda-benda berat atau bekerja berat.
  8. Tidak boleh makan ikan asin supaya air susu tidak berbau amis.
  9. Sebelum bayi berumur 7 hari, ibunya dilarang bepergian
  10. Tidak boleh minum air es terlalu banyak, supaya anaknya tidak pilek (batuk).
  11. Tidak boleh tidur siang hari, supaya badan tetap lang­sing disamping itu juga bertujuan agar darah tidak naik.
  12. Tidak boleh makan sayur terong, maksudnya agar si bayi tidak mencret.
  13. Tidak boleh menjemur pakaian si bayi melewati waktu magrib, maksudnya agar si bayi tidak kena sawan (se­macam penyakit yang disebabkan oleh roh-roh jahat).

Tidak boleh makan telur terlalu banyak, maksudnya agar anaknya tidak bonongen (bonongen yaitu penya­kit semacam bisul).

Tidak boleh datang ke tempat kematian (Jawa : ngla- yat), maksudnya agar tidak kena sawan mayit (penya­kit yang menurut kepercayaan disebabkan oleh mayat)

Anjuran.

Adapun anjuran-anjuran yang harus diperhatikan oleh ibu yang  mempunyai anak kecil (bayi) adalah sebagai berikut :

  1. Sejak bayi lahir hingga berumur 40 hari, ibunya harus tidur bersandar (Jawa : sendhen) dengan kaki lurus, maksudnya supaya urat-urat pada kaki tidak menonjol (Jawa : tamparen).
  2. Kalau bepergian harus membawa benda-benda tajam, misalnya : gunting, pisau, jarum, silet. Maksudnya supaya terhindar dari mara bahaya (roh-roh jahat).
  3. Pakaian bayi jangan sampai terbakar, karena kalau terbakar menurut kepercayaan menyebabkan suletan (penyakit kulit semacam cacar air).
  4. Kalau bayi ditinggal sendirian (tidur sendirian) didekatnya atau di bawah tempat tidurnya harus diberi benda tajam, maksudnya untuk menolak roh-roh jahat yang akan mengganggu dibayi tersebut.
  5. Kalau seorang ibu bepergian mengajak bayinya, maka ibu itu harus membawa paduhan. Paduhan yaitu suatu syarat yang terdiri dari dlingo, bawang putih dan kunyit. Paduan itu dibungkus kecil-kecil. Bilamana dalam bepergian itu melewati tempat-tempat yang dianggap keramat (Jawa : wingit, misalnya : sungai, kuburan, pundhen), paduhan itu dibuang di tempat tersebut, ma­sing-masing tempat satu bungkus. Maksud dari pada tindakan ini agar si bayi dan ibunya terhindar dari gangguan syaetan atau roh-roh jahat lainnya.
  6. Kalau bayi diajak menginap atau pindah rumah maka ibunya harus membawa tanah (sebagai syarat saja) dari rumahnya. Maksudnya supaya bayi tersebut di tempat yang baru itu, tidak selalu menangis (Jawa : rewel).
  7. Sejak bayi lahir hingga berumur 40 hari, ibu yang me­lahirkan bayi tersebut dilarang berhubungan dengan suaminya. Bagi wanita Islam selama 40 hari itu dinyata kan dalam keadaan janabah, sehingga ada pantangan untuk melakukan sanggama. Apabila dalam keadaan janabah melakukan sanggama akan membahayakan kesehatan ibu tersebut, karena mungkin mengakibat­kan pendarahan atau kena infeksi.
  8. Ibu yang mempunyai bayi (habis bersalin) harus mi­num jamu, antara lain jamu selapan, yaitu yang harus diminum oleh si ibu sejak melahirkan hingga bayi ber­umur 35/40 hari. Jamu selapan itu terdiri dari :                                                                                -Jamu dilep, jamu ini harus diminum oleh si ibu ketika baru saja melahirkan anak dan se­habis mandi.                                                                                                                         -Jamu peluntur, untuk mengeluarkan darah- darah yang kotor yang masih tertinggal da­lam kandungan.                                                                                                                         -Jamu wejah, untuk melancarkan air susu.
  9. Ibu yang melahirkan dianjurkan untuk memakai gu­rita atau jawa bengkung maksudnya supaya perut ti­dak goyah sehingga tempat kandungan tetap pada tem­patnya.

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Upacara Tradisional daerah Jawa Timur. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi Daerah 1983-1984, Surabaya September 1984

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Seni Budaya, Th. 1984 dan tag , , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar