Pesona Batik Tulis Madura


HJ. Tarwiyah, Pesona Batik Tulis Madura Mempertahankan Warisan Budaya

BATIK Madura kini mulai berkembang.Setiap Kabupaten di Pulau Madura memiliki ciri khas batik yang unik. Salah satunya batik tulis Sumenep yang terkenal dengan batik tulis Al Barokah. Batik tulis ini terpusat di Desa Pekandangan Barat, Kecamatan Bluto. Wanita dibalik sukses Batik Al Barokah adalah Ny. Hj. Tarwiyah.

Wanita berusia 52 tahun dengan tiga orang anak mengawali usahanya dari rumahnya tahun 1991 hingga terkenal dan gerai batiknya dicari orang. Disitulah Ny.  Tarwiyah mulai mengukir mimpinya jadi kenyataan. Sebelum membatik, Ny. Tarwiyah bekerja sebagai penjual nasi di pasar. Kemudian ia coba-coba terjun dalam dunia bisnis batik tulis. Karena yang menjadi kendala utama adalah modal, Hj. Tarwiyah merasa ragu untuk menjalani bisnis ini. Tetapi lama kelamaan permintaan semakin besar dan orang-orang banyak yang menganjurkan untuk tetap mengembang kan usahanya tersebut.

Dari itulah ia menggeluti bisnis nya dengan serius hingga sekarang membuahkan hasil yang pesat. Batik tulis Al Barokah, kini sudah dikenal di berbagai kota di Indonesia, mulai dari Surabaya, Sidoarjo, Bali, Yogyakarta, Semarang, Bandung, dan Pontianak, Kali mantan Barat. Sebelum dikenal, Ny. Tarwiyah menjual batiknya dengan cara door to door dan berkeliling ke pasar-pasar. Aktivitas berjualan keliling itu berjalan sekitar 10 tahun. Pahit dan manis berdagang sudah ia rasakan.

Bahkan saat hamil pun ia pantang menyerah untuk tetap berjualan. Ciri khas batik tulis ini terletak pada paduan warnanya yang terang, dido minasi oleh warna merah dan pewarnaan yang sangat tajam. Selain itu, motifnya selalu berpadu dengan gambaran kehidupan di sekitarnya. Ada yang menunjukkan dengan ciri kehidupan pesisir seperti laut, sisik ikan, kerang, atau unsur rumput laut.

Ada juga yang ber motif flora dan fauna seperti dedaunandan ayam. Ada pula yang menvisualisasikan karapan sapi dan garam. Sepintas memang nampak norak, tetapi justru itulah yang menjadi karakter batik Madura dan disukai oleh wisatawan manca negara. “Kalau Batik Sumenep yang banyak dicari orang yang bermotif burung dan ayam,” terang Ny. Tarwiyah. Sedang umtuk harga kain batik tulis bervariasi, mulai dari Rp 50 ribu hingga jutaan rupiah.

Saat ini ada sekitar 70 orang tetangga yang menggarap batik tulisnya. Ny. Tar wiyah memang istiqamah memproduksi batik tulis yang dibuat secara tradisional. Ia tak tergiur dengan iming-iming cepat nya perputaran uang dari batik printing karena harga jualnya yang lebih murah. Umumnya para pembatik mendapatkan uang Rp 25.000 -27.000 untuk setiap lem bar kain batik tulis yang dihasilkan.

Biaya tersebut masih belum termasuk harga bahan mori yang bermacam-macam kualitasnya. Kain mori pun tidak langsung dibatik, melainkan dicelupkan dalam minyak kapuh, di Desa Pekandangan dinamakan minyak kesampi. Pencelupan kain mori dilakukan berkali-kali agar warna hasil membatik bisa menempel kuat. Nilai budaya yang tersirat dalam selembar kain menghasilkan karya seni estetik. Batiknya berdasar putih (tarpo tihan). Motif utama dalam batik Sumenep adalah gambar burung, ikan, dan bunga. Dari motif utama ini, modifikasi dilakukan supaya motif terus berkembang.
Cita rasa seseorang dalam menghar gai sebuah seni itu bermacam-macam kadarnya karena kain batik buatan pabrik berupa kain cap atau printing tentunya akan sangat berbeda dengan perkem bangan batik tulis. Dalam satu hari jika memproduksi batik tulis sebanyak 2-3 lembar kain untuk setiap pembatiknya belum termasuk pewarnaan dan proses finisingnya. Setidaknya diperlukan waktu tiga hari untuk menyelesaikannya. Sementara buatan pabrik dalam sehari bisa memproduksi ratusan bahkan ribuan kain dengan satu motif yang sama. “Itu yang membuat batik tulis lebih mahal daripada batik cap printing karena proses pembutannya yang rumit, pelibatan tenaga kerjanya juga tidak sedikit,” ungkap Ny. Tarwiyah saat menceritakan perjalanan usahanya.

Dalam hal pemasaran, yang men jadi kendala utama adalah kurang pekanya pemerintah dalam melindungi para pengrajin batik tulis itu sendiri. Harapan yang disampaikan kepada masyarakat dan pemerintah berhu bungan dengan seni batik sebagai leluhur budaya.”Kami berharap agar da lam hal ini pemerintah juga mempunyai andil dalam melindungi para pengrajin batik tulis Madura secara khusus. Mini­mal di tingkatan Kabupaten ada model- model seperti art galery layaknya di Surabaya,” kata Ny. Tarwiyah. Untuk perkembangan batiknya sendiri, ia berharap kelak dapat membuka butik tentunya dengan nuansa batik yang beranekaragam. mgg-Ina Herdiyana

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Kirana, EDISI 69, TAHUN VII, JUNI 2012, hlm.6

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Kesenian, Madura, Th. 2012 dan tag , , , , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar