Desa Patoman, Kec. Rogojampi, Kab. Banyuwangi


Desa Pecahan Sarat Potensi

Desa pecahan yang sarat potensi. Ungkapan itu layak diberikan untuk Desa Patoman, Kec. Rogojampi, Kab. Banyuwangi. Ya, view laut biru yang tenang dan indah di Pantai Blibis maupun Pantai Gringsing layak dijadikan tempat Tekreasi keluarga. Lalu hamparan sawah, pohon kelapa, dan kakao, serta banyaknya ternak, maka tak salah dikembangkan sebagai intergrated farming (pertanian terpadu).

“Desa Patoman sangat memungkinkan dikembangkan sebagai desa wisata. Selain memiliki Pantai Blibis dan Pantai Gringsing yang indah, di salah satu dusun di desa itu dihuni warga keturunan Bali yang hingga kini tetap mempertabankan budaya Bali,”ujar Drs. Toyib Huda, SP, man tan pendamping PAM DKB dan JPES di desa itu.

Pemandangan laut di Pantai Blibis maupun Pantai Gringsing tidak kalah dengan Pantai Blimbingsari. Ombak dipantai itu juga relatif tenang sehingga cocok untuk memancing, berkeliling naik perahu, santai di tepi pantai bersama keluarga. Apalagi sekarang ini juga sudab ada yang buka warung ikan laut bakar di pantai tersebut.

“Selama ini orang hanya tahu Pantai Blimbingsari yang terkenal dengan lesehan ikan bakar, tapi sekarang orang perlu datang ke Pantai Blibis dan Pantai Gringsing,” ujar Toyib Huda.

Apalagi sekarang ini Pantai Blimbingsari saat ini sudah sangat padat dengan warung lesehan ikan bakar, sehingga ruang terbuka untuk arena bermain atau sekedar duduk-duduk relatif terbatas. Namun Pantai Blibis dan Gringsing terkesan alami. Memang terlihat kotor dan belum rapi, harus dibenabi serius jika dijadikan tempat wisata.

Juga banyaknya pohon kelapa, kopi, dan pohon cokelat (kakao) dapat dikembangkan sebagai sentra agrobis, seperti pabrik gula atau minyak kelapa. Namun yang tak kalah penting melestarikan dan mengembangkan budaya warga desa yang keturunan Bali sebagai ‘wisata budaya’.

Pernyataan Toyib dibenarkan Kades Patoman Drs. Suwito (44 tabun). Hanya saja, menurut Suwito, karena desanya masih baru, maka masih banyak yang harus dibenahi. Suwito lantas menyebutkan jalan menunju Pantai Blibis dan Pantai Gringsing masih makadam dan harus diaspal. Demikian juga jalan-jalan di desa banyak yang rusak.

Menurut Suwito, selama ini anggaran desa lebih difokuskan untuk pembangunan kantor desa. Selama ini pemerintahan desa menempati kantor dusun yang kondisinya seadanya dan tidak layak sebagai kantor desa. Ia ingin kantor desa memiliki tempat yang layak untuk melayani masyarakat dan menjalankan pemerintahan desa, seperti adanya ruang pelayanan dan rapat warga atau aparat.

“Saya juga ingin kantor desa memiliki tempat untuk merawat orang sakit, seperti pondok kesehatan desa,” ujar Suwito. Suwito lantas menjelaskan, Desa Patoman sebenarnya ‘desa baru’. Dulunya menjadi bagian dari Desa Blimbingsari, namun sejak2002 dipisah dari ‘desa induk’ dan memiliki pemerintahan sendiri. Karena belum banyak dikenal itulah, bantuan program dari pemerintah relatif sedikit.

Meski menjadi desa sejak 2002, namun tidak memiliki pemerintahan sendiri dan tetap mengikuti desa induk. Bam pada 2007 digelar Pilkades yang pertama kali di desa Patoman. Hal itulah yang menjadikan Desa Patomen jarang memperoleh bantuan program, karena lebih banyak dimanfaatkan ‘desa induk’. Baru pada tahun 2006-2007 mendapatkan program PAM DKB yang digunakan untuk perbaikan infrastruktur desa itu, seperti perbaikan jalan.

Pada tahu 2009 Desa Patoman mendapatkan ADD yang cukup besar, Rp 166,759 juta, sehingga dapat dimanfaatkan untuk banyak hal. Namun dana yang paling banyak untuk membenahi infrastruktur dan pembangunan kantor desa. Suwito juga berharap program-program dari pemerintah Provinsi Jatim turun di desanya.

“Tolong sampaikan pada Pakde Karwo agar desa kami juga memperoleh PAM DKB seperti dulu,”ujar pria keturunan Madura ini. (bdb)

Drs Suwito, Kades Patoman Pelihara Kerukunan Warga
MEWARISI nilai-nilai dan tradisi keberagaman menjadi tugas yang penuh tantangan bagi Drs. Suwito (44 tahun), Kades Patoman, Kec. Rogojampi, Kab. Banyuwangi. Desa ltu memiliki keberagaman adat istiadat maupun agama yang telah berlangsung puluhan tahun. Ya, dari sekitar 4.764 jiwa terdiri dari warga yang memiliki kultur Jawa, Osing, Madura, dan Bali.

Apalagi di salah satu dusun di desa itu, yakni Dusun Patoman Tengah, sepenuhnya dihuni masyarakat keturunan Bali. Mereka masih kuat mempertahankan agama maupun budaya Hindu Bali. Suwito pun dituntut mampu menjaga kerukunan di desanya yang telah bertahan bertahun-tahun.

“Sampai sekarang masyarakat sangat menyadari kondisi seperti ini. Mereka meskipun warga keturunan Bali, tapi sebenarnya juga warga Desa Patoman,”ujar Suwito, yang menjabat kades sejak 2007 lalu.

Menurut Suwito, hal itu sudah menjadi kewajibannya dan seluruh tokoh maupun masyarakat di desanya. Bahkan mereka juga dilibatkan dalam setiap musyawarah maupun kegiatan di desa. Mereka juga memiliki kepala dusun dan perangkat dusun sendiri untuk mengelola wilayah dan lingkungannya.

“Apalagi mereka adalah pendukung saya dalam Pilkades lalu, jadi saya wajib melindungi warga minoritas,”ujar pria lulusan IAIN Sunan Ampel ini, sambil bergurau.

Saat ditanya pengalamannya menjadi kades pertama di desanya, Suwito mengaku banyak tantangan dan harus bekerja keras. Ia harus mengumpulkan segenap tokoh masyarakat untuk membentuk ‘perangkat’ pemerintahannya. Ia juga harus melakukan pendekatan intensif terhadap salah satu tokoh desa yang dikenal sangat disegan.

Sebelum menjabat Kades Patoman, Suwito sempat marantau di Arab Saudi selama 11 tahun, setelah lulus dari IAIN Sunan Ampel Surabaya pada 1994. Pada 2005 ia pulang dan aktif mengajar di beberapa sekolah, termasuk Madrasah Tsanawiyah. Saat ada Pilkades 2007, teman-temannya mendorong agar ia ikut. Singkat kata, Suwito melawan satu calon dan mendapatkan suara 2.500, sedangkan lawannya 1.300 suara. “Saat itu saya sangat aktif dalam kegiatan desa maupun organisasi NU dan Ansor,”ujar Suwito. (bdh)

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Derap Desa, Edisi XXX April 2010

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Banyuwangi, Wisata, Wisata Khas dan tag , , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar