MASJID JAMI’ PENELEH Surabaya


penelehMasjid Jami’ peneleh surabaya ini merupakan salah satu masjid peninggalan salah seorang Walisanga (Sunan Ampel), namun keberadaannya kurang dikenal kecuali warga Peneleh sendiri. Masjid ini berdiri di tengah pemukiman padat penduduk, tepatnya terletak di Jalan Peneleh V nomor 41, Surabaya.  Masjid jami’ peneleh surabaya ini berdidiri pada sebidang tanah yang status Wakaf.

Bukti otentik ataupun referensi mengenai Masjid jami’ peneleh ini sangat kurang, namun masyarakat setempat mempercayai bahwa Masjid Jami’ Peneleh dibangun oleh Sunan Ampel pada tahun 1421 lebih tua dari Masjid Ampel. Keyakinan itu diperkuat dalam isi buku ensiklopedia Indonesia disusun oleh Prof. Dr MR TGS Mulia dan Prof. Dr. KAH Hadding, disebutkan bahwa Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) berpindah dari kampung Kembang Kuning ke Peneleh. Selanjutnya beliau mendirikan masjid yang lebih besar dari musala tiban Kembang Kuning. Diperkirakan, Rahmatullah mendirikan masjid di tempat itu karena dulunya merupakan daerah ramai, karena kampung Peneleh berada tepat di sisi timur Kali Mas, yang merupakan sungai yang menjadi urat nadi lalu lintas perairan pada masa itu. Sunan Ampel menyebarkan Agama Islam dari tempat ini benar –benar sangat strategis.

Masjid jami’ peneleh surabaya merupakan salah satu masjid peninggalan salah seorang Walisanga yang terlupakan, masjid ini berdiri di atas lahan seluas 950 meter persegi, Sejak abad ke-18, Surau tersebut berubah menjadi masjid bangunannya sungguh kokoh dan bentuknya eksotik, gaya arsiteturnya merupakan  aliran neuw imperial, diperkirakan ini adalah hasil renovasi saat itu.  pada tahun 1970-an serambi masjid ini diperluas tidak mengubah ornamen dalam, kemudian pada 1986 masjid direnovasi kembali juga tidak merubah bentuk aslinya. Masjid ini memiliki menara yang besar kesan kekunoannya semakin nampak jelas jika melihat interior bagian dalam, arsitetur bagian dalam masjid benar-benar menakjubkan. 600 tahun silam, ketika Raden Rahmat mendirikan masjid ini. Seluruh penyangga dan karangkanya terbuat dari bahan kayu jati pilihan, Bahan bangunan yang langka ditemukan saat ini, termasuk rangka Langit-langitnya yang berhiaskan huruf Arab yang memuat nama empat sahabat Nabi Muhammad, yakni Abu Bakar Ash Shidiq, Umar bin Khatab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Tembok masjid dikelilingi 25 ventilasi dan lima daun jendela. Di masing-masing ventilasi tersebut terdapat hiasan aksara Arab berupa nama-nama 25 nabi.

Ada 10 tiang tiang utama penyangga atap menjulang yang saling menyambung di bagian langit langitnya, yang disebut Soko Guru, jarak atap dengan lantai masjid setinggi 9 meter,  Dipadu dengan banyak permainan kayu serta kisi-kisi udara juga menggunakan permainan sirip serta kaca kaca patri menghiasi angin angin di sela-sela atap, kaca ukir yang cantik dan unik di setiap jendela masjid, menambah keindahan bangunan masjid. Tingginya atap serta permainan kisi-kisi inilah yang menjadikan masjid ini terasa sejuk meski cuaca kota Surabaya panas. Bangunan dalam Masjid ini masih dipertahankan keasliannya.

Mihrabnya terbagi tiga tempat. Sebelah kiri untuk menempatkan jam duduk, bagian tengah sebagai tempat salat imam, dan bagian kanan untuk mimbar khutbah. Sayang tidak ada satupun peninggalan prasasti di tempat ini. Uniknya, sampai kini masjid tersebut masih menggunakan jam istiwa untuk pedoman melihat waktu salat, jam istiwa adalah penunjuk waktu berdasarkan arah condong matahari. Tapi tidak setiap hari digunakan, kunci jam istiwa yang berada di bagian depan masjid itu dibuka oleh pengurus masjid dan melihatnya pada saat-saat tertentu, utamanya setiap lima hari sekali, keunikan lain masjid dari masjid jami’ ini bentuk bangunannya menyerupai kapal terbalik.

Pada masa perang kemerdekaan 1945, kubah masjid itu pernah tersambar meriam Belanda yang ditembakkan dari arah Jembatan Merah. Tapi kubah itu tidak hancur dan hanya bagian sisi timur yang sedikit mengalami kerusak. Langit-langit yang jebol kena meriam itu langsung diganti.  Masjid ini juga dijadikan markas oleh Laskar Hizbullah melawan penjajah. Untuk mengelabui musuh, dari luar tampak seperti masjid yang berfungsi untuk beribadah dan sebagaimana mestinya. Padahal, semua dokumen dan tempat diskusi Laskar Hizbullah berada di dalam masjid. Bahkan, jika ada musuh yang melintas, tidak mudah meringkusnya, sebab kawasan terebut dari dulu sudah merupakan daerah padat penduduk. Meski bangunan merupakan peninggalan sejarah, namun pengurus masjid tidak berrencana memasukkannya sebagai cagar budaya. Alasannya, masjid ini dibangun dan direnovasi adalah dari swadaya masyarakat.

Didalam masjid Jami’ peneleh tersebut juga terdapat Bedug yang berdiameter kurang lebih satu meter dan panjang dua meter yang dulu ditemukan hanyut disekitaran Kali Mas, tepat berada di depan kampung Peneleh, bedug tersebut terhenti di aliran Kalimas. Warga mengambilnya dan membawanya ke Masjid Jami’, namun bedug tersebut tidak digunakan karena rencananya akan digunakan di Masjid Sunan Ampel. Selanjutnya bedug tersebut dipindahkan ke Masjid Ampel, namun ketika bedug digunakan suaranya tidak sempurna. Selanjutnya, bedug dipindahkan ke Masjid Kemayoran di kawasan Indrapura, saat digunakan hasilnya sama seperti sebelumnya, bedug tersebut tidak terdengar nyaring. Kemudian, bedug  dikembalikan dan dicoba di Masjid Jami’, saat dicoba di masjid Jami’ sangat berbeda suara  Bedug terdengar keras dn nyaring. Sehingga warga akhirnya memilih mempergunakannya di Masjid Jami’. Keanehan muncul saat Bedug berada di masjid. Puing – puing kecil dari kayu Bedug ini dipunguti oleh warga. Dan mempercayainya dapat menyembuhkan penyakit.  Sehingga beberapa warga tanpa sepengetahuan pengurus masjid sering mengambil secuil – secuil kayu Bedug. Akhirnya pada tahun 1986 saat merenovasi masjid, takmir masjid Jami’ sepakat melapisi Bedug ini dengan kayu biasa yang sudah dihiasi ukiran kaligrafi  untuk menghindari perbuatan yang tidak diinginkan.

Tidak hanya beduk itu saja, Sunan Ampel saat mendirikan juga menggali sumur tepat berada di samping masjid. Tujuannya memudahkan jamaah mencari air wudhu. Sumur buatan Sunan Ampel itu terletak di luar masjid sebelah kiri, sehingga sumur itu umurnya setua umur masjid. Air sumur tersebut banyak diburu orang sampai saat ini,  air sumur yang diyakini banyak orang, memiliki tuah.  Kini, menghindari pengkultusan dan merusak Aqidah, pengurus akhirnya menutup sumur tersebut.


‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾

Dinukil oleh Tim Pustaka Jaw timuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur:   Brosur , Museum Rajekwesi – Wahyu DP : Laporan Dinas Luar dalam rangka hanting (pengayaan materi Pusaka Jawatimuran), Agustus 2015

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Kota, Lokasi, Surabaya, Th. 2016, Wisata, Wisata Relegi dan tag , , , , , , , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar