Hari Jadi Kota Probolinggo


TANGGAL 4 SEPTEMBER 1359 SEBAGAI HARI JADI KOTA PROBOLINGGO

1. Pokok-pokok Pikiran / Hal-hal yang Menjadi Dasar/ Melatarbelakangi

HARIJADI KOTA PPROBOLINGGOa. Berdirinya / pembentukan Gemente ( Kota Probolinggo pada tanggal 1 Juli 1918 yang ditetapkan sebagai hari   lahinya Pemerintah Kota Probolinggo dan telah diperingati oleh pemerintah dan masyarakat, Hari Jadi Kota Probolinggo Kota Probolinggo pada kira-kira tahun ’60-80’an merupakan produk / bentukan Pemenntah Kolonial Hindia Belanda.

b. Himbauan Pemerintah Kotapraja Probolinggo yang disampaikan oleh Walikota Probolinggo dalam sidang pleno DPRD Kotapraja Probolinggo dan usul inisiatif DPRD Kotapraja untuk mencari dan menetapkan hari jadi Kota Probolingo yang tidak berbau Kolonial Belanda dan yang lebih bersifat nasionalis, mempunyai nilai heroic ( kepahlawanan ) serta digali dari sejarah bangsa sendiri yang berkepribadian .

2. Penetapan Tanggal 4 September 1359 sebagai Hari jadi Kota Probolinggo

a. Perjalanan Keliling ( Inspeksi ) Prabu Hayam Wuruk

Perjalanan keliling Prabu hayam wuruk ini dicatat dan ditulis oleh Pujangga Kerajaan yang terkenal, yaitu Prapanca. Perjalanan keliling daerah kita baca dalam pupuh 17/4 bahwa Prabu Hayam Wuruk

setelah berakhir musim dingin (maksudnya ialah musim hujan ). Sering mengadakan perjalanan keliling untuk mengunjungi daerah yang dekat-dekat seperti : Jalagiri, Blitar, Polaman, Daha dan sebagainya, yang sering dikunjungi ialah desa

Perdikan Jalagiri yang terletak tidak jauh dari sebelah Timur Majapahit , serta Wewe Pikatan di Candi Lima , dengan kaki saja . Jika tidak kesitu . maka beliau suka berkunjung ke Palah untuk berziarah ke Candi Siwa. Perjalanan itu lalu diteruskan ke Blitar, Jimur Silaahrit, Polaman. Daha Janggalah.

Selanjutnya Prapanca mencatat perjalanan keliling Prabu Hayam Wuruk, diiringi oleh segenap pembesar pemerintah pusat pada tahun Saka 1275 (Masehi) ke Panjang ; tahun Saka 1276 (Masehi 1357) ke Pantai Selatan, mene robos hutan terus ke Lodaya, Teto dan Sideman: tahun Saka 1281 (Masehi ‘ 1   1359). Pada bulan badra (Agustus – September) ke Lumajang. Mengenai perjalanan yang terakhir ini , Prapanca

memberikan uraian yang panjang lebar, sehingga kita dapat mengetahui desa – desa dan daerah – daerah inana yang dikunjungi dalam peijalanan itu . Ternyata perhatian Prabu Hayam Wuruk besar sekali terhadap desa-desa dan bangunan suci juga kita ketahui pula betapa Prabu Hayam Wuruk disambut oleh para penghuni desa dan asrama yang didatanginya

Peijalanan keliling itu dimaksudkan untuk mnyaksikan sendiri keadaan kehidupan rakyat kecil di desa-desa di wilayah Negara Majapahit. sekaligus juga menyaksikan pelaksanaan amanat beliau sendiri dan petunjuk para petugas pemerintah pusat Demikianlah beliau tidak puas dengan laporan saja. Beliau ingin menyaksikan keadaan rakyat di Desa-desa yang sulit dikunjungi orang sekalipun.

Dalam pupuh HO/4 dinyatakan dengan tegas maksud perjalanan keliling daerah , yang dilakukan oleh Sri Nata Hayam Wuruk. Maksudnya ialah supaya musnah semua duijana di muka wi lay all kerajaan Mojopahit, yang diperintah Sri Nata, itulah sebabnya maja semua desa ditelusuri. dikunjungi, diteliti, sanipai desa-desa yang letaknya ditepi pantai laut sekalipun

Kitab Negara Kertagama yang ditulis oleh Prapanca sebenarnya bernama Decawamana, yang terutama menceri takan waktu Sang Prabu mengunjungi daerah- daerah dan pedesaan-pedesaan. Sri Nata sangat menaruh perhatian terhadap kehidupan di pedesaan. Peijalanan keliling dimaksudkan agar Sang Prabu dapat melihat sendiri bagaimana kehidupan ” wong cilik ” di desa-desa sekaligus apakah perintah-perintah yang ia telah berikan dalam pengarahan sudah dikerjakan oleh pejabat-pejabat eselon bawahan . Selain daerah-daerah dan desa-desa yang mendapat perhatian dari Sang Prabu , juga ia berziarah ke bangunan suci dan kalau tardapat kerusakan – kerusakan pada bangunan tersebut , segera diperintahkan untuk memperbaiki.

b. R. Ng Yosodipura, Pujangga Surakarta Hadiningrat, menuliskan:

Prabu Hayam Wuruk sajroning an Jong lelono anjajah praja ing tanggap warsa 1359, tahun candra nalungsure ing jurang terpis, tumekeng perenging wuki Temenggungan tumuju ing argo Tengger ing Mada Karipura. Tumurun ing tepising wonodrikang banger ambeting warih, sang prabu manages ing ngarsaning Dewa , denyo nerusake lampah marang Sukodon ning wuwus nyuwon nugroho supoyo tansah pinanjungan ing Hyang Widi bisa tansah kaleksanaan ing sediyo. Kang dadi ubayane ing wuri utusan pawongan ing Wono Banger babat Wono dung mrih saranan ing rejaning projo ing wuri. Kasigek caritaning lampah, Sang Prabu sank Punggowo cantang balung kinen angungak ing projo sadeng sawusnyo prang pupuh. Dening Sang Prabu wus kinaryo penggalihan ing sumangso kelampahan kang katur babat wono gung arso pinaringan aprasanti dadio tungguling projo anyar asesilih akuwu kadipaten Sukodono Lumajang, Prasetianing sang noto ing tepising wonodri katiti ing mongso wanci purnomo angglewang ( lingsir ), respati arinipun. Sangnoto Rejosonegoro andon lelono ing brang wetan tumekeng manguni blambangan lan saindenging brang wetan.

Artinva :

Prabu Hayam Wuruk selama berkelana keliling negara pada tahun 1359 , tahun candra nalungsure ing jurang terpis ( 1359 ) tiba di lereng gunung Tumenggungan dan menuju ke gunung Tengger di Madakaripura. Menunin di tepi / batas hutan yang sungainya berbau busuk. Sang Prabu memohon kepada Dewa , dapatnya meneruskan peijalanan ke Sukodono. Dalam kata-katanya memohon anugerah agar selalu dalam lindungan Hyang Widi, agar dapat terlaksana dalam kenyataan. Yang menjadi upaya / kehendak pada kemudian beliau menyuruh Punggawa di Wan a Bangera agar membuka hutan lebat supaya menjadi daerah yang makmur di kemudian hari.

Tersebutlah jalannya cerita, Sang Prabu beserta pasukan tentaranya disuruh meninjau daerah Sadeng sesudah Perang Pupuh. Oleh Sang Prabu sudah direncanakan pada waktu melewati hutan lebat yang baru dibuka berkenan menganugerahi jabatan agar menjadi pimpinan / pemuka daerah yang  baru bergelar Akuwu dalam Kadipaten Sukodono Lumajang. Janji Sang Nata di tepi hutan tercatat pada bulan Purnama condong, hari Kamis, Sang Nata Rejosonegoro bekelana di daerah Timur sampai menjumpai Blambangan dan pelosok daerah Timur. Perintah Prabu Hayam Wuruk untuk membuka hutan Banger ( babat alas Banger ) tersebut diperhitungkan dan ditetapkan pada tanggal 4 September 1359.

a. Baremi, Banger, Borang

Prapanca dalam bukunya Negara Kertagama dengan jelas menyebut nama- nama desa ( daerah ): ” Borang, Banger, Bremi”. Nama – nama desa tersebut dituliskan pada Pupuh XXI/1 dan XXXIV/4. Desa Baremi merupakan pedukuhan di Kelurahan Sukabumi Kota Probolinggo . Borang, sekarang bernama Kelurahan Wiroborang sebagai paduan antara Wirojayan dan Borang. Desa Banger yang terletak diantara Bremi dan Borang, sekarang merupakan pusat Kota Probolinggo. Sedangkan nama Banger sekarang masih dipakai untuk menyebutkan nama sungai yang mengalir ditengah-tengah Kota probolinggo. Sungai dengan aliran kecil , merupakan saluran pembuangan dan berbau busuk. Tetapi kira-kira sekitar tahun 1900 sungai ini masih lebar, airnya jernih. Banyak perahu-perahu dagang dan Madura dapat masuk berlabuh di pusat perdagangan, di Jalan Siaman . Dahulu tempat ini merupakan sebuah teluk , yang disebut ” tambak pasir Kira-kira tahun 1928 sebagian dan sungai ini ditimbun ( diurug ) dijadikan jalan, yang sekarang sebagian menjadi Jalan Siaman dan Jalan KH. Abd Ajiz. Ada sementara orang berpendapat bahwa nama Banger ini diberikan / untuk memberi nama sungai yang aimya berbau banger / amis karena bau darah Minak Jinggo yang dipenggal kepalanya oleh Raden Damarwulan.

Jika yang dimaksud Menak Jinggo Damarwulan ialah Bre Wirabumi dengan Raden Gajah yang peperangan nya terjadi pada tahun 1401 – 1406 ( Perang Paregreg ), maka anggapan tersebut tidak benar.

Perang Paregreg teijadi pada tahun 1401-1406, sedangkan Prapanca menyebut nama Banger dalam Buku Kertagama yang ditulis pada tahun 1365 dan nama Banger sudah ada pada tahun 1359 Masehi. Jika bau Bangei’ itu disebabkan karena bau darah dan mayat-mayat yang terjadi akibat peperangan antara Majapahit dengan Lumajang “Pemberontakan Nambi, Ariya Wiraaja” pada tahun 1316 Masehi, ini masuk akal, karena terjadinya sebelum perjalanan keliling ke Lumajang.

F. TANGGAL 1 JULI 1918 DAN 4 SEPTEMBER 1359

  • Tanggal 1 Juli 1918 sebagai hari jadi Pemerintah kota Probolinggo, karena pada tanggal 1 Juli 1918 Pemerintah kolonial Belanda membentuk Gemeente (kota) Probolinggo, di bawah Kabupaten Probolinggo.
  • Tangggal 4 September 1359 sebagai hari jadi Kota Probolinggo, karena pada tanggal 4 September 1359, Prabu Hayam wuruk memerintahkan untuk membuka (babat) alas Banger untuk dijadikan sebagai pusat Pemerintahan Pemerintahan di Banger semula berada di bawah Akuwu di Sukodono, kemudian menjadi Pakuwon, Kadipaten, Kabupaten dan Kota Probolinggo.
  • Tanggal 1 Juli 1918: Hari jadi Pemerintah Gemeente / Kota Probolinggo mulai adanya Pemerintah Kota Tanggal 4 September 1359 : hari jadi kota Probolinggo terbentuk, adanya wilayah / daerah Kota Banger, cikal bakal Probolinggo. 

Banger akhirnya menjadi kabupaten Probolinggo dengan Probolinggo ASRINYA dan Kota Probolinggo dengan Probolinggo BESTARINYA. Sebagai Bupati Probolinggo yang pertama ialah Kyai djojolelono dan yang terakhir (2004) ialah pasangan H. Hasan Aminuddin SH, dan H. Hapur Abdul Gafur. Sebagai Walikota Probolinggo yang pertama ialah Tn. Meyer dan yang terakhir (2004) ialah pasangan H. M. Buchori, SH dan Drs. H. Koentjoro Soehadi, Md, BA, M.Sc.

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Sekilas tentang Hari Jadi Kota Probolinggo Tanggal 4 September 1359;  Kantor Informasi Dan Komunikasi Kota Probolinggo 2004

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Probolinggo [Kota], Sejarah, Th. 2004 dan tag , , , , , , , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar