Sunan Ampel, Surabaya


Riwayat Hidup Sunan Ampel

“Sunan Ampel atau raden Rahmatullah adalah puteraSyeh Ibrahim Samarqandi atau sering disebut Ibrahim Asmara. Menilik namanya tentulah Ibrahim Samarqandi itu berasal dari negeri Samarkand. Syeh Ibrahim Asmara ini mula-mula berdakwah di negeri Campa (Cempa) yaitu di sebuah daerah kerajaan yang sekarang termasuk wilayah di Muangthai. Hingga sekarang wilayah Muangthai Selatan penduduknya masih beragama Islam dan taat menjalankan agamanya.

Atas keberhasilan Ibrahim Asmara dalam menyebarkan agama Islam ke negeri Campa, maka raja Campa kemudian mengambilnya sebagai menantu, dijodohkan dengan putri Campa yang bernama Dewi Candrawulan. Dari perkawinannya itu beliau dikaruniai dua orang putra, yaitu:

  1. Raden Santri (Sayyid Ali Murtolo)
  2. Raden Rahmatullah (Sunan Ampel).

Cara dakwah Sunan Ampel

Adapun adik Dewi Candrawulan yang bernama Putri Dwarawati diperistri oleh Prabu Kertabumi Brawijaya V. Dengan demikian Raden Rahmatullah adalah keponakan Ratu Dwarawati pemaisuri raja Majapahit. Pada masa itu suasana kerajaan Majapahit agak kacau balau. Banyak perampokan, pencurian, perjudian, pelacuran dan tindak kejahatan lainnya. Sang Prabu Brawijaya telah memerintahkan para pendeta Brahmana agar lebih banyak memberi penerangan kepada masyarakat agar tidak melakukan tindak kejahatan dan pelanggaran susila, namun kebiasaan rakyat Majapahit itu seolah-olah telah mendarah daging. Bahkan beberapa orang pangeran kerajaan ikut-ikutan meramaikan perjudian dan perbuatan asusila.

Prabu Brawijaya menjadi masgul dan pusing memikirkan keadaan itu. Suatu hari Ratu Dwarawati mengajak suaminya bermusyawarah. ‘”Kangmas Prabu…”, kata Ratu Dwarawati dengan suara lembut. ‘Bila rakyat dan para pembesar dibiarkan berlarut-larut dalam perjudian dan tindak kejahatan lainnya lama-lama kerajaan Majapahit akan menjadi hancur, “lalu harus bagaimana lagi,” sahut Prabu Brawijaya. Mereka tidak lagi menghormati dan mentaati ajaran para Brahmana. Sepertinya sudah tidak ada lagi orang yang mereka segani, ‘Saya mempunyai keponakan yang pandai mendidik masyarakat’, kata Ratu Dwarawati. ‘Namanya Raden Ali Rahmatullah. Wajahnya tampan, budi pekertinya sangat baik dan mulia. Saya yakin, keponakan saya itu akan menjadi panutan bila Kakangmas Prabu berkenan mendatangkannya ke istana Majapahit ini’. Baik, tidak ada salahnya mendatangkan keponakanmu itu , kata Prabu Brawijaya.

Demikianlah Raden Rahmatullah kemudian didatangkan ke istana Majapahit. Kedatangan Pangeran dari negeri Campa itu disambut dengan meriah oleh seluruh pembesar kerajaan Majapahit.Para bupati dari seluruh wilayah Majapahit turut diundang untuk menyambut si tamu agung. Prabu Brawijaya sangat terpesona atas kehalusan dan kebaikan budi pekerti yang diperlihatkan Raden Ali Rahmatullah. Pangeran dari negeri Campa itu bersedia bergaul dengan siapa saja dengan sikap yang ramah. Di samping sikapnya yang lemah lembut, wajahnya pun tampan dan menyenangkan setiap orang yang melihatnya. Untuk mengikat Raden Ali Rahmatullah agar betah dan krasan tinggal di Majapahit, maka Prabu Brawijaya mengumpulkan seluruh putrid istana, bahkan para putri bupati pun didatangkan ke istana Majapahit untuk dipilih sebagai isteri Raden Ali Rahmatullah.

Al-Kisah di antara sekian banyak wanita cantik, Raden Ali Rahmatullah berkenan memilih Nyai Ageng Manila sebagai istrinya. Raden Rahmat kemudian diberi tanah beserta bangunannya di daerah Ampeldenta sebagai pusat Padepokan. Para bangsawan, para pangeran dan para bupati diperintahkan berguru ilmu budi pekerti di Padepokan Ampeldenta. Karena kedudukannya selaku Mahaguru di Padepokan Ampeldenta maka Raden Rahmatullah kemudian disebut Kanjeng Sunan Ampel. Sunan Ampel memperkenalkan budi pekerti mulia sebagai ajaran pendahuluan sebelum pada akhirnya beliau memperkenalkan pencipta ajaran budi pe­kerti yang mulia tersebut yaitu Allah, Tuhan Pencipta Alam. Beliau menanamkan disiplin, dan watak kejujuran kepada setiap murid-muridnya.

Para pejabat kerajaan dianjurkan setia kepada sumpahnya selaku pengabdi negara dan rakyat. Para pedagang dianjurkan berlaku jujur dan menghindari kecurangan. Di antara ajaran beliau yang sangat terkenal ialah Moh Limo. Moh limo artinya tidak mau terhadap lima hal, yaitu:

(1)   Moh Main                   (tidak mau berjudi)

(2)   Moh Ngombe             (tidak mau minum yang memabokkan)

(3)   Moh Maling                                (tidak mau mencuri atau korupsi)

(4)   Moh Madat                 (tidak mau merokok candu atau ganja)

(5)   Moh Madon                               (tidak mau berzinah atau melacur).

Mula-mula ada saja yang membantah ajaran beliau. Di antara mereka ada yang berkata, “Kanjeng Sunan…. mengapa kita dilarang berjudi? Bukankah dengan berjudi kita bisa mendapatkan uang secara cepat tanpa bersusah payah?’. Yang lain juga berkata, ‘Dengan minum . arak kita dapat menghangatkan badan. Terutama bila sedang musim dingin, orang kedinginan bisa menimbulkan kematian. Lagi pula dengan memabokkan diri atau menghisap candu kita dapat melupakan sejenak beban derita yang kita sandang’.

Sunan Ampel hanya tersenyum mendengar pertanyaan nakal itu. Dengan arif beliau berkata, ‘pada waktu berjudi apakah Andika rela berada di pihak yang kalah?’,  ‘Tentu saja tidak mau Kanjeng Sunan….”

Ya, tentu saja tidak ada orang yang mau dirugikan’, sambung Sunan Ampel. ‘Bahkan orang yang kalah dalam perjudian hatinya akan menjadi panas, penuh dendam. Sementara itu untuk -menebus kekalahannya dia tidak segan-segan mempergunakan harta di rumah untuk dipergunakan main judi lagi. Bila harta di rumah sudah habis maka dia tidak segan-segan mencuri harta tetangganya atau bahkan menggelapkan uang negara. Inilah sebabnya perjudian harus dilarang .

‘Demikian pula halnya dengan minum arak atau mabok’, lanjut Sunan Ampel. ‘Orang yang suka mabok akalnya menjadi lemah, tak dapat membedakan lagi mana yang baik dan yang buruk. Waktu mabok dia dapat saja mengeluarkan kata-kata kotor tidak senonoh, membocorkan rahasia teman atau bahkan membocorkan rahasia negara. Inilah bahayanya orang yang suka mabok’

Menurut Sunan Ampel orang yang suka mabok badannya menjadi rusak, lebih-lebih mereka yang suka madat atau menghisap candu. Hidupnya hanya dipergunakan untuk berkhayal dan menjadi pemalas sehingga hanya menjadi beban orang lain saja. Orang mencuri jelas merugikan dirinya sendiri dan lebih-lebih lagi merugikan orang lain. Merugikan diri sendiri karena orang tersebut menjadi terbiasa hidup bergelimang dosa, dimana hidupnya menjadi tidak tenang, selalu dipertanyakan oleh hati nuraninya yang tak mau berdusta. Belum lagi rasa cemas akibat perbuatannya itu bahwa setiap saat dia selalu merasa dicurigai orang.

Maling tidak selalu bernasib baik, bahkan banyak mereka yang tertangkap dan dihajar beramai-ramai oleh penduduk setempat. Baik maling kecil atau maling besar, baik maling secara terang-terangan atau maling gelap-gelapan sama-sama merugikan orang, lebih-lebih maling negara rakyatlah yang akan menjadi korbannya. Madon atau berzinah atau melacur itu sangat merugikan para pelaku dan masyarakat di sekitarnya. Para pezina kebanyakan dihinggapi penyakit kotor.

Ajaran budi pekerti mulia ini ternyata menarik banyak minat masyarakat Majapahit. Bukan hanya para bangsawan dan keluarga keraton saja yang datang berguru kepada Sunan Ampel, banyak pula rakyat jelata yang rela menjadi murid beliau. Sejak adanya Sunan Ampel di Surabaya Prabu Brawijaya merasa tenteram. Banyak para keluarga keratin dan pejabat kerajaan yang insyaf, tidak lagi mengerjakan pekerjaan tercela. Sang Prabu pun sering memberikan bantuan materi untuk kelangsungan pendidikan di Ampeldenta. Ketika pada akhirnya Sunan Ampel mengumumkan bahwa ajaran budi pekertinya ada­lah ajaran agama Islam, sang Prabu tidak menjadi marah. Beliau menganggap Islam adalah ajaran budi pekerti yang tiada salahnya dianut oleh rakyat Majapahit.

Demikianlah cara-cara Sunan Ampel mulai menyebarkan agama Islam, bukan dengan cara menyebarkan slogan-slogan, maupun pidato- pidato saja melainkan dengan tingkah laku dan perbuatan nyata yang menjadi teladan dan panutan masyarakat. Dan hal itu langsung beliau sendiri yang memulainya. Bila beliau melarang orang berjudi maka beliau pun tidak pernah melakukan atau datang ke tempat perjudian. Bila beliau menganjurkan untuk menolong fakir miskin, maka beliaulah yang paling dahulu memberikan pertolongan kepada fakir miskin.

Tidak lama kemudian perguruan Ampeldenta ramai dikunjungi orang. Murid-murid Padepokan atau Pesantren Ampeldenta berdatangan dari segala pelosok negeri. Bahkan ada yang datang dari negeri Iran yaitu Ali Saksar. Ketika beliau hendak mendirikan masjid, maka tidak ada kesukaran dalam mencari dana, baik dana yang berasal dari masyarakat maupun dari pemerintah Majapahit. Pemerintah Majapahit menganggap Sunan Ampel sebagai salah seorang yang sangat berjasa bagi pembangunan mental masyarakat dan penduduk Majapahit”.

Murid-Murid Sunan Ampel

“Di antara sekian banyak murid-murid Sunan Ampel yang ter­kenal ialah :

(1)               Sunan Giri atau Raden Paku Maulana Ainul Yakin. Beliau ternyata mengikuti jejak gurunya, beliau menjadi seorang wali di antara sekian banyak waliullah di Tanah Jawa. Bahkan dalam Walisanga beliau pernah menjadi mufti atau pemimpin agama se Tanah Jawa, menggantikan kedudukan Sunan Ampel yang telah wafat. Di samping itu beliau adalah seorang Guru Besar dari Pesantren Giri, Gresik. Murid-muridnya tersebar di seluruh Nusantara.

(2)            Sunan Bonang atau Raden Makdum Ibrahim. Di samping murid Sunan Ampel beliau adalah putra Sunan Ampel sendiri yang terlahir dari Nyai Ageng Manila. Sunan Bonang ini berdak­wah di daerah Tuban. Makamnya terletak di sebelah barat alun-alun dan Masjid Agung Tuban.

(3)            Raden Syarifuddin atau lebih dikenal dengan nama Sunan Drajad; beliau berdakwah di daerah Sedayu dan sekitarnya.

(4)            Raden Umar Said yang lebih dikenal dengan nama Sunan Muria.

(5)            Raden Syahid atau Sunan Kalijaga.

(6)            Jafar Sodiq atau Sunan Kudus.

(7)            Fatahillah dan Syarif Hidayatullah.

(8)            Raden Fattah atau Raden Patah pendiri kerajaan Demak.

(9)            Batara Katong.

(10)        Ali Saksardari Iran.

(11)        Mbah Shanhaji dan Mbah Sholeh.

Itulah murid-murid Sunan Ampel di antara sekian banyak muridnya.” (Rahimsyah  1994: 26-27).

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur:  Wali Sanga,  M.B.Rahimsyah, Karya Anda, Surabaya, 1994, hlm. 13-27.

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Th. 1994, Tokoh, Tokoh Agama, Ulama dan tag , , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar