Community – based Tourism : Isu Strategis Pembangunan Pariwisata


Pariwisata telah mengalami berbagai proses perubahan di berbagai tingkat. Baik dalain sekala intemasional, regional, maupun nasional. Hal itu disebabkan adanya kepentingan ekonomi, politik, sosial, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, maupun perilaku wisatawan. Pariwisata telah menjadi pilihan untuk dijadikan “mesin pertumbuhan.ekonomi” yang dikembangkan secara besar-besaran dengan hasil yang menakjubkan. Namun, sayangnya, tetapi belum bias dinikmati secara adil oleh semua pihak.

Di sisi lain, pada tatanan global, pariwisata dihadapkan pada berbagai tuntutan. Mulai dari liberalisasi perdagangan yang memicu persaingan, standard kualitas profesionalisme, apresiasi masyarakat dunia terhadap hak asasi manusia, perlindungan atas hak-hak pelanggan, pelaksanaan nilai-nilai kode etik pariwisata dunia (the global code of ethicfor tourism), pembangunan berkelanjutan yang bertanggungjawab, hingga meningkatkan kualitas aspirasi masyarakat.

Di Indonesia pada era otonomi, di banyak daerah, pariwisata dikembangkan dengan orientasi pad a kepentingan meningkatkan PAO (Pendapatan Asli Daerah) semata. Belum berorientasi pada pasar dan prisnsip-prinsip berkelanjutan. Hal tersebut terjadi karena masih rendahnya pemaham sebagian masyarakat terhadap pariwisata dan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Magnit Pertumbuhan

Pariwisata adalah kegiatan multidimensional yang terintegrasi dengan pembangunan berkelanjutan. Kini dikenal dengan konsep pariwisata berkelanjutan. Di banyak negara, pembangunan dan pengembangan pariwisata hanya terkonsentrasi pada daerah-daerah yang sudah maju dengan memanfaatkan infastruktur yang sudah memadai. Akibatnya, wisatawan dan pertumbuhan perekonomian hanya mengalir ke daerah-daerah yang sudah mapan. Pembangunan pun menjadi tidak merata.

Berkaitan dengan hal tersebut, pariwisata berkelanjutan merupakan bagian dari model pembangunan ekonomi yang didisain untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat, khususnya masyarakat lokal. Seiring dengan itu, sekaligus menyediakan pengalaman yang berkualitas kepada pengunjung (wisatawan), dan pemeliharaan kualitas lingkungan.

Pariwisata merupakan magnit pertumbuhan yang dapat memperluas kesempatan kerja dan berusaha. Pariwisata juga wahana bagi transformasi di bidang ilmu, pengetahuan, dan teknologi dengan sasaran meningkatkan kualitas hidup. Wight (1998) dalam bukunya menekankan pariwisata berkelanjutan harus diarahkan untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan ekonomi, sosial, budya, dan pelestarian lingkungan. Konsekuensinya, diperlukan keterlibatan masyarakat, khususnya masyarakat di lokasi di mana objek wisata dikembangkan. Masyarakat harus dipandang sebagai subjek, bukan sebagai objek pembangunan kepariwisataan.

Myra(2002) menyatakan, dalam menghadapi permasalahan pembangunan berkelanjutan seringkali manusia diposisikan sebagai konsumen terhadap sumber daya alam. Dalam pariwisata masyarakat setempat diposisikan

sebagai tuan rumah yang diminta untuk bersikap ramah, dan menjaga lingkungan wisata supaya aman, nyaman dan tertib, untuk kepentingan wisatawan. Masyarakat (manusia) perlu diposisikan lebih tinggi, sebagai bagian dari lingkungan yang tidak hanya mengkonsumsi sumber daya alam, tetapi juga sebagai actor yang dapat menyelamatkan lingkungan.
 

Berbasis Masyarakat

Pariwisata berbasis masyarakat (Community-based Tourism) oleh Badan Turisme Dunia telah dijadikan sebagai salah satu model pendekatan pengembangan kepariwisataan. Pariwisata berbasis masyarakat harus dipahami sebagai pendekatan yang memposisikan pariwisata sebagai wadah untuk memberdayakan masyarakat.

Masyarakat harus diberi kesempatan secara langsung untuk berpartisipasi
dalam mengambil kebijakan, dan memilih pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan kemauan mereka dalam industri pariwisata di tempatnya. Pengertian Community-based harus dipandang sebagai tindakan yang memperhatikan masyarakat lokal dalam mengelola usaha pariwisata di wilayahnya, termasuk usaha konservasi terhadap peninggalan-peninggalan yang dimiliki.

Seiring dengan bergulirnya kebijakan otonomi daerah, sudah selayaknya upaya pembangunan dan pengelolaan objek wisata digulirkan kepada masyarakat lokal. Hal tersebut harus dibarengi dengan pemberian berbagai teknik pembinaan maupun pendampingan dari pihak-pihak berkepentingan, secara terpadu. Potensi objek wisata yang tersebar di berbagai daerah dan masih jauh dari sentuhan infrastruktur yang memadai, perlu mendapat perhatian sebagai bagian dari pemerataan pembangunan.

Dinas Pariwisata dan dinas-dinas terkait serta berbagai organisasi profesi
maupun asosiasi, diharapkan berkoordinasi untuk membangun pemikiran masyarakat tentang pariwisata sebagai sektor unggulan yang dapat memicu tumbuhnya sektor lain secara simultan. Pariwisata berbasis masyarakat harus menjadi sarana mendidik masyarakat untuk mandiri dan bertanggungjawab.

Pendapat tersebut disampaikan Drs. Poerwanto MA dari Universitas Neger; Jember dalam presentasinya pada acara Lokakarya Kompetensi Usaha Jasa Konsultan Pariwisata yang diseleng· garakan oleh Dinas Pariwisata Propinsi Jawa Timur, 21 Oktober 2003.    Day@

Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur : Jatim News, Tabloid Wisata Plus, EDISI 21, 7 -21 November 2003, Tahun I

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Beranda, Wisata dan tag , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar