Dr. KRT. RADJIMAN WEDIODININGRAT


Dr. KRT. RADJIMAN WEDIODININGRATDr. KRT. Radjiman Wediodiningrat lahir di Kampung Glondongan, Desa Mlati – Sleman, Yogyakarta tanggal 21 April 1879, anaka dari Ayah Sutodrono (Mbah Talo) Ibu……(keturunan trah Kajoran)

RIWAYAT HIDUP DAN PERJUANGAN
Dokter Radjiman Wediodiningrat lahir pada tanggal 21 April 1879 di Desa Mlati, Yogyakarta. Ayahnya, Sutodrono, adalah seorang kopral pribumi yang berasal dari keturunan Gorontalo-Bugis, sedangkan ibunya wanita jawa. Radjiman memperoleh pendidikan umum di Europese Lagere School (ELS) di Yogyakarta yang diselesaikannya pada tahun 1893. Sesudah itu ia mengikuti pendidikan khusus, yakni kedokteran, baik di dalam maupun di luar negeri. Di dalam negeri, mula-mula ia memasuki Sekolah Dokter Jawa , kemudian School Tot Opleiding voor Inlandsche Arts (STOVIA). Pendidikan di luar negeri diikutinya di Amsterdam, Berlin dan Paris untuk mengambil spesialisasi obstetrie gynaecologie, rontgenologi dan bedan indoscopie urinaire. Spesialisasi terakhir ini diambilnya ketika ia sudah berumur 51 tahun, pada tahun 1930.
1. Setelah tamat dari Sekolah Dokter Jawa, Radjiman bekerja sebagai dokter pemerintah di Rumah Sakit Weltevreden (sekarang Rumah Sakit Angkatan Darat) di Jakarta, kemudian berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Tugas terakhir sebagai dokter pemerintah dijalaninya di Rumah Sakit Jiwa di Lawang. Periode bertugas sebagai dokter pemerintah ini diselingi dengan tugas sebagai Asisten Leraar di STOVIA. Kesempatan itu dimanfaatkan Radjiman untuk melanjutkan studinya, sehingga pada tahun 1904 ia memperoleh ijazah Inlandsche Art.

2. Tugas sebagai dokter pemerintah dijalaninya Radjiman selama tujuh tahun, dari tahun 1899 sampai 1906. Sesudah itu ia bekerja sebagai dokter di Kraton Surakarta Hadiningrat selama tiga puluh tahun (1906-1936). Dari segi profesi, ia berjasa antara lain mendirikan Apotek Panti Rapih dan Rumah Sakit Panti Rogo. Akan tetapi, yang lebih penting dalam periode ini ialah keikutsertaannya dalam organisasi bercirikan nasionalisme, khususnya Budi Utomo. Ia sudah tercatat sebagai anggota sejak organisasi ini didirikan pada tahun 1908. Enam tahun kemudian, 1914, ia sudah menduduki posisi sebagai Ketua Budi Utomo.

3. Sejak memegang jabatan sebagai Ketua Budi Utomo, Radjiman mulai memperlihatkan secara terbuka keterlibatannya dalam gelanggang politik. Ia mengubah haluan Budi Utomo dari hanya gerakan budaya dan sosial dengan keanggotaan yang terbatas hanya suku bangsa yang berbasis budaya Jawa, menjadi gerakan politik. Dalam pertemuan dengan berbagai organisasi di Semarang pada bulan September 1914, Radjiman menyampaikan gagasan tentang perlu diadakan milisi bumi putra. Gagasan itu dikemukakannya sehubungan dengan meletusnya Perang Dunia I dan untuk mengantisipasi kemungkinan serangan negara lain terhadap Hindia Belanda (Indonesia). Gagasan itu diperkuat dalam kongres Budi Utomo di Bandung pada bulan Agustus 1915 dengan mengeluarkan mosi yang dikenal sebagai mosi Indie Weerbar (Ketahanan Hindia). Dengan keluarnya mosi itu, beberapa pihak menuding bahwa Budi Utomo, dan tentu saja Radjiman), sudah menjadi alat pemerintah kolonial. Tudingan itu dibalas Radjiman dengan mengatakan bahwa kepentingan pemerintah, khususnya untuk menghadapi serangan dari luar, sama dengan kepentingan rakyat pribumi. Untuk merealisasikan gagasan milisi itu, perlu didengar pendapat rakyat. Oleh karena itu, perlu dibentuk badan perwakilan. Untuk memperjuangkan milisi itu, sebuah komisi yang disebut Commite Indie Werbaar, dikirim ke Negeri Belanda. Pemerintah Belanda menolak usul milisi, tetapi menyetujui pembentukan sebuah badan perwakilan yang akhirnya direalisasikan dengan dibentuknya Volksraad.

4. Radjiman Wediodiningrat duduk sebagai anggota Volksraad selama tiga tahun, dari tahun 1918 sampai tahun 1921. Dalam Volksraad, ia antara lain mengusulkan agar golongan pengusaha juga diwakili dalam lembaga tersebut. Sesudah meninggalkan Volksraad, Radjiman berkiprah dalam berbagai organisasi, antara lain dalam Committee van da Javasche Ontwikkeling yang kemudian berkembang menjadi Java Instituut dan dalam Indonesiasche Studie Club. Selain itu, ia juga menerbitkan majalah Timbul yang digunakannya sebagai tempat menyampaikan aspirasi politiknya secara halus. Di bidang kepertaian, pada tahun 1935 ia ikut mendirikan Partai Indonesia Raya (Parindra) yang merupakan fusi Budi Utomo dengan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) pimpinan dr. Sutomo. Dalam Parindra, ia berkedudukan sebagai penasihat.

5. Pada masa pendudukan Jepang, Radjiman diangkat sebagai anggota Tyuo Sangsi-In merangkap Ketua Tyuo Sangi Kai Madiun. Namun, yang terpenting pada masa ini ialah jabatannya sebagai Ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Badan ini dibentuk sebagai realisasi janji Perdana Menteri Jepang Koiso, yang diucapkannya bulan September 1944 bahwa Indonesia akan diberi kemerdekaan kelak di kemudian hari. Anggota BPUPKI terdiri atas wakil berbagai golongan dalam masyarakat dengan aspirasi politik yang berbeda. Oleh karena itu, sidang-sidang BPUPKI sering diwarnai dengan perdebatan yang cukup tajam, khususnya antara kelompok nasionalis Islam dan nasionalis netral agama. Sebagai yang tertua di antara anggota BPUPKI, dengan kadar intelektual yang cukup tinggi dan berpaham moderat, Radjiman berhasil mengendalikan perbedaan pendapat tersebut, sehingga keputusan yang diambil menjadi keputusan bersama.

6. Sidang-sidang BPUPKI berlangsung dalam dua masa sidang. Pertama, dari tanggal 28 Mei sampai 1 Juni; kedua, dari tanggal 10 sampai 17 Juli 1945. BPUPKI menyelesaikan tugasnya dengan menghailkan beberapa keputusan, antara lain mengenai dasar negara, luas wilayah negara, pertahanan, dan sistem pemerintahan. Sebagai ganti BPUPKI, dibentuk badan baru, yakni Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang diketuai oleh Ir. Sukarno dengan Drs. Mohammad Hatta sebagai Wakil Ketua. Pembentukan PPKI ini disampaikan oleh Marsekal Terauchi, panglima pasukan Jepang untuk wilayah Asia Tenggara, dalam pertemuan dengan Radjiman, Sukarno, dan Hatta di Dalat, dekat Saigon.

7. Sesudah Indonesia merdeka, Radjiman masih sempat menyumbangkan tenaganya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ia meninggal dunia pada tanggal 20 September 1952. Jenazahnya dikebumikan Ngawi. Atas jasa-jasanya terhadap bangsa dan negara, pemerintah menganugerahinya tanda jasa berupa Bintang Mahaputera Tingkat II dan Bintang Republik Indonesia Utama.

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur, Sumber:
http://pahlawancenter.com/dr-krt-radjiman-wediodiningrat/

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Ngawi, Pahlawan, Tokoh dan tag , , , , , , , , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar