Pakaian tradisi adat madura, Wanita Remaja, Kabupaten Bangkalan


Pakaian untuk sehari-hari bangsawan yang dipakai untuk wanita remaja, tradisi adat Kabupaten Bangkalan.

Pakaian bagian atas, kebaya tanpa kutu baru dengan lengan 3/4 agak lebar (komprang). Bahannya voile, motifnya tidak ada, hanya polos saja, sedangkan warna, misalnya warna cerah, misalnya koning kalak (kuning busuk), merah kendola (merah ungu), atau soklat keluwang (soklat seperti warna binatang kelola). Ada juga merah nyat (merah jambu), atau biru belilung (warna ini mulanya diambil dari warna binatang yang gemerlap).

  1. Ukurannya: lengan 3/4 agak gombor. Panjang badan kebaya menutupi pantat.
  2. Bentuknya seperti kebaya Jawa tetapi tidak pakai kutu baru.
  3. Peneti.
  4. Untuk pakaian gadis sehari-hari tidak pakai bros tapi pakai peneti biasa untuk menutup kebayanya. 

Pakaian bagian bawah samper kembang biasanya dipakai kain batik tulis, dengan motif lar-laran atau sesek grinsing (seperti sisik ikan yang disusun). Umumnya warna dasar kain merah soga dengan motif warna putih atau kebalikannya dan ada juga yang memakai warna koning soga. Bentciknya seperti kain panjang pada umumnya hanya di dalam pemakaiannya nanti tidak mema­kai wiru.

Perlengkapan pakaian:

Bagian kepala : Rambut Disisir ke belakang kemudian  digelung model Bokor Nongkep.  Bentuk gelung tekuk Jawa namun agak berbentuk oval/lonjong tanpa diberi bunga apa pun. Wajah Memakai bedak dingin dari bahan beras, tanpa polesan lipstik maupun celak. Wajah Remaja Putri Bangsawan cenderung polos. Harnal yang  dipakai sehari-hari oleh gadis bangsawan bentuknya sederhana. Bahannya ada yang emas namun ada yang selaka.

Hiasan telinga: Memakai senthar kecil bermata intan atau ada juga memakai senthar phentol. Shentar phentol Bahannya emas, bermotif polos bulat, dan. Bewarna kuning emas. Bentuknya seperti biji jagung tapi kecil dan tidak menyolok.

Leher Tidak memakai kalung, tidak memakai gelang hanya cincin kecil saja yang melingkari jari-jarinya.

Setagen, bahan stagen lurik bermotif polos warna biasanya dikombinasikan dengan kebaya. Ukurannya 20 cm (lebar). Panjang relatip dan bentuknya seperti setagen orang Jawa.

Saputangan (sap-osap), bahannya beludru atau katun, memakai motif bunga melati di pinggirannya yang terbuat dari bahan mamas. Warna merah kendola, dengan ukuran 30 x 30 cm. Bentuknya seperti umumnya saputangan (bujur sangkar).

Alas kaki Sandal ceplek Bahan sandal ialah kulit sapi, bermotif polos tanpa boleh diberi hiasan apa pun. Warnanya hitam atau coklat, sedangkan ukuran­nya; untuk tali biasanya selebar 3 ibu jari. Tali- nya hanya satu. Bentuknya seperti sandal pada umumnya tanpa tumit.

Cara memakai pakaian.

Mula-mula mengenakan sampar kembang lalu memakai setagen sebagai penguat kain. Setelah itu baru mengenakan kebaya. Saputangan dilipat menjadi bentuk segitiga dan diselipkan di- setagen sebelah kiri, ditampakkan di bawah kebaya.

Fungsi pakaian ini ialah dipakai oleh remaja putri sehari- hari jika di rum ah. Menurut warna dan bentuknya fungsi dari pakaian ini juga untuk maksud tertentu yaitu untuk membedakan strata sosial. Jika bentuk kebaya remaja putri desa cenderung ketat dan pendek. Untuk remaja bangsawan justru sebaliknya. Panjang kebaya remaja putri ini sampai menutupi bagian pantatnya. Remaja putri bang­sawan sedapat mungkin menutupi bagian vital dari tubuh- nya dengan sebaik-baiknya dan serapi-rapinya. Menurut. ceritanya kewibawaan kharisma dan kebaikan seseorang tidak dapat dimulai dari lahiriah saja tapi dimulai dari tutur kata cara, sikap dan tindak tanduk yang dilakukannya. Sopan santun tata krama yang diterapkan oleh orang tua para bangsawan sampai sekarang masih dilakukan oleh keturunannya. Suatu contoh misalnya “nyong kem” tradisi nyong kem (nyembah) terhadap orang yang lebih tua tetap dilakukan oleh para remaja maupun orang tua.

Arti simbolis, sanggul  remaja putri bangsawan yang dipakai sehari- hari tidak memakai rangkaian bunga.Menurut ceritanya kalau bunga tersebut dipakai se­hari-hari maka jika suatu saat dia disunting dan me- nikah maka keharuman yang diberikan sudah tidak membuat asing atau mengherankan lagi karena sudah terbiasa dipakai. sehari-hari. Bunga ini boleh dipakai bila ada acara tertentu misalnya resepsi atau bila menjadi pengantin.

Wajah remaja putri ini tanpa polesan apapun kecuali bedak yang terbuat dari beras. Inilah yang dibedakan antara remaja putri desa yang wajahnya dihiasai deng­an jimpitan dan celak.

Warna baju yang dipakai oleh remaja putri berwarna- warni, ini menunjukkan suatu jiwa yang ceria gembira dan mempunyai masa depan yang cerah.

Bentuk baju berlengan 3/4 dan longgar, ini mem­punyai maksud untuk memudahkan jika bekeija atau menyelesaikan pekerjaan rum ah tangganya, mereka tidak mau merepotkan gerakannya hanya karena pakaian yang dipakainya. Semua pekerjaan rumah tangga dikeijakan dengan halus dan teratur.

Perhiasan yang dipakai cenderung sederhana dan tidak menyolok. Karena melalui perhiasan yang ditoiyolkan inilah salah satunya yang membedakan strata sosial antara bangsawan dan rakyat biasa. Suatu contoh: Bila gadis desa mengenakan penggel di kaki, kalau bangsawan tidak akan pernah memakai penggel tersebut. Remaja keturunan bangsawan pada jam an dahulu bila di rum ah cukup memakai santhar dan cincin saja.

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Pakaian Adat Tradisional Daerah Jawa Timur, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan,, Jakarta,  1987. hlm. 27-32

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Bangkalan, Seni Budaya, Th. 1987 dan tag , , , , , , , , , , , , , , , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar