MARSMA TNI ANM R. ISWAYUDI


ISWAYUDIIswahjudi dilahirkan tanggal 15 Juli 1918 di Surabaya, Jawa Timur. la adalah anak kedua dari sembilan orang bersaudara. Ayahnya bernama Wiryomiharjo dan ibunya Issumirah.
Pendidikan umum tertinggi ditempuh Iswahyudi di NIAS (Nederlandachi Indiache Artaen School, sekolah dokter), tetapi tidak sampai tamat. Rupanya pemuda yang menyenangi musik ini lebih tertarik untuk menjadi penerbang daripada menjadi seorang dokter. Demikianlah, dalam tahun 1941 ia mengikuti pendidikan pada Luchvasrt Opleiding School (sekolah penerbang) di Kalijati, Jawa Barat.
Pada saat itu bahaya perang mulai mengancam Indonesia. Sudan sejak bulan September 1939 Eropa dilanda oleh perang yang kemudian dikenal dengan nama Perang Dunia n. Di Asia, Jepang mulai memperlihatkan sikap agresif. Tujuan Jepang ialah menguasai Asia dan Pasifik dan hal itu merupakan ancaman terhadap bangsa -bangsa Eropa yang berkuasa di sebagian wilayah ini, termasuk Belanda yang keuka itu masih menjajah Indonesia Karena adanya ancaman perang itulah Pemerintah In¬dia Belanda memindahkan para siswa sekolah penerbang ke Adelaide, Australia. Iswahjudi pun ikut dipindahkan. Di tempat yang baru ini pendidikan merekadilanjutkan. Pada waktu kemudian sebagian para siswa ini melanjutkan pendidikannya di Amerika Serikat. Ada di antara mereka yang kelak ikut serta sebagai penerbang dalam perang dunia H
Umumnya Siswa – siswa Indonesia tidak senang di pindahkan ke Australia. Sebagian dari mereka berusaha kembali ke Indonesia. Dalam tahun 1943 Iswahjudi dan beberapa orang temannya berhasil melarikan diri dari tempat pendidikan. Dengan menggunkan dua buah perahu karet berlayar menuju Indonesia. Resiko yang dihadapi cukup besar, bahaya di laut dan kemungkinan tertangkap oleh Jepang yang ketika itu sudah menguasai lautan sekitar Australia dan Indonesia. Sebagian anggota rombongan memang tertangkap dan kemudian dibunuh oleh Jepang. Tetapi Iswahjudi berhasil mendarat dengan selamat di pantai Lodoyo, daerah militer di Kediri Selatan.
Kedatangan Iswahjudi diketahui oleh mata – mata Jepang. Bagaimanapun ia tercatat sebagai anggota angkatan udara Belanda. Karena itu ia ditangkap dan dimasukan kedalam kamar tahanan Karangmenjangan di Surabaya. Beberapa waktu kemudian status tahanannya diubah menjadi Tahanan kota. Selain itu ia juga berhasil memperoleh pekerjaan sebagai pegawai Kotapraja Surabaya. Tugasnya adalah mengawasi tempat – tempat rekreasi. Status sebagai tahanan kota ini tidak pernah di cabut sampai saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, walaupun pelaksanaannya tidak terlalu ketat. Malahan untuk melakukan pernikahan dengan Suwarti, 27 Maret 1944, Iswahjudi diijinkan pergi ke Probolinggo.
Pada waktu Proklamasi Kemerdekaan, Iswahjudi tetap berada di Surabaya. Bersama dengan pemuda – pemuda lain, ia turut serta dalam pengambilalihan kantor – kantor pemerintah dari tangan Jepang. Ia memimpin sekelompok pemuda menyerbu kantor Jawatan Kereta Api, menurunkan Bendera Jepang di kantor tersebut dan menaikkan bendera Merah Putih. Sebagai pemuda yang pernah mendapat pendidikan terbang, iapun ikut mengamankan pesawat terbang dan peralatannya yang berhasil direbut dari tangan Jepang di Tanjung Perak.
Situasi dalam kota Surabaya semakin hari semakin panas. Bentrokan-bentrokan bersenjata dengan tentara Jepang terjadi hampir setip hari. Karena itu Iswahjudi memindahkan keluarganya ke Madiun, sedangkan ia sendiri tetap tinggal dalam kota.
Suatu kali terjadi salah paham di antara kelompok – kelompok pemuda. Iswahjudi ditangkap dan bersama dengan beberapa orang temannya ia di tahan oleh kelompok pemuda lain. Setelah terbukti bahwa ia tidak bersalah, barulah ia dibebaskan kembali. Iswahjudi kemudian menggabungkan diri ke dalam satuan Polisi Kota Surabaya.
Perebutan – perebutan kekuasan dari tangan Jepang di kota Surabaya berakhir pada awal Oktober 1945. Tetapi sejak minggu terakhir bulan itu para pemuda Surabaya menghadapi musuh baru, yakni pasukan Inggris yang datang ke Indonesia mewakili sekutu. Tugas mereka sebenarnya hanyalah melucuti pasukan Jepang, memulangkan orang – orang Jepang ke tanah airnya dan membebaskan orang – orang Sekutu yang ditawan Jepang. Dalam kenyataanya Inggris berusaha mengembalikan kekuasaan Belanda di Indonesia.
Insiden bersenjata antara pihak Inggris dengan pemuda Surabaya mulai terjadi dua hari setelah mereka mendarat. Dalam satu insiden tanggal 30 Oktober 1945 panglima pasukan Inggris di Surabaya, Brigadir Jenderal Mallaby, mati terbunuh. Pada tanggal l0 November 1945 Inggris dengan kekuatan satu divisi melancarkan serangan besar – besaran dari laut, dan udara terhadap kota Surabaya. Pertempuran berlangsung selama tiga minggu. Barulah pada akhir November 1945 pejuang – pejuang Surabaya meninggalkan kota untuk membangun pertahanan baru di luar kota.
Sementara itu di Yogyakarta sedang berlangsung kesibukan dalam rangka menyusun kekuatan udara. Pada tanggal 5 Oktober 1945 Pemerintah RI membentuk TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Dalam Organisasi TKR terdapat satu bagian yang disebut TKR Jawatan Penerbangan. Bagian inilah yar»g diserahi tanggung jawab untuk menyusun kekuatan udara. Masalah yang di hadapi TKR Jawatan Penerbangan cukup berat. Jumlah penerbang sangat sedikit dan umumnya belum banyak berpengalaman. Pesawat terbang yang ada hanya beberapa buah, merupakan warisan dari tentara Jepang, itupun dalam keadaan rusak.
Dengan segala kemampuan yang ada dan fasilitas yang sangat kurang, pimpinan TKR Jawatan penerbangan berusaha membangun kekuatan udara RI. Salah satu usaha yang dilakukan ialah mendidik calon – calon penerbang. Dalam bulan Desember 1945 TKR Jawatan Penerbang membuka Sekolah Penerbang di Yogyakarta. Sekolah itu dipimpin oleh Adisujipto yang mendapat pendidikan tebang dalam zaman Belanda. Sebagai seorang yang juga pernah mendapat pendidikan penerbang. Iswahjudi berangkat ke Yogyakarta dan menggabungkan diri dengan pimpinan TKR Jawatan penerbangan. Berkat Pimpinan Adisujipto, dalam waktu tiga minggu ia sudah mempu menerbangkan pesawat setelah kurang lebih tiga tahun lamanya tidak pernah menyentuh kapal terbang. Berkat keterampilannya ia kemudian diangkat menjadi instruktur Sekolah Penerbang dengan pangkat Opsir Udara II. Sekaligus ia juga diangkat menjadi pembantu utama Adisutjipto.
Mendidik calon penerbang pada masa itu bukanlah pekerjaan yang ringan. Mereka harus melakukan percobaan terbang, sedangkan pesawat yang ada umumnya dalam keadaan rusak. Karena itu diperlukan terlebih dahulu perbaikan pesawat. Namun berkat ketekunan Adisudjipto dan Iswahjudi di percobaan – percobaan terbang berhasil dilaksanakan yang sekaligus dikaitkan dengan tugas – tugas lain. Pada taggal 23 April 1946 tiga buah pesawat cukiu tingal landas dari lapangan terbang Maguwo, Yogyakarta menuju lapangan terbang Kemayoran, Jakarata. Penerbangan berbentuk formasi ini membawa rombongan delegasi RI yang terdiri dari Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) S. Suryadarma dan Jenderal Mayor Sudibyo yang akan mengadakan perundingan dengan delegasi Sekutu mengenai penyelesaian tawanan perang dan orang – orang interniran. Iswahyudi ikut dalam penerbangan ini bersama-sama Adisutjipto, Imam Suwongso Wirjosaputro, dan Abdul Halim Perdanakusuma.
Bulan berikutnya dilakukan latihan terbang formasi. Satu formasi menuju Serang, Jawa Barat, sedangkan formasi lainya menuju Malang dan Madura. Dalam latihan ini digunakan pesawat Cureng dan Cukiu. Pesawat Cureng berada dibawah pengawasan Iswahjudi dan I.S. Wiryosaputro, sedangkan pesawat Cukiu di bawah pengawasan Adisutjipto. Latihan terbang ini berhasil dengan baik.
Dalam usaha untuk meningkatkan minat kedirgantaran, pada tanggal 10 Juli 1946 diadakan demontrasi terbang di Pangkalan Udara Cibeureum, Tasikmalaya. Dari Yogyakarta didatangkan lima buah pesawat Cureng untuk memeriahkan demontrasi ini. Iswahyudi dan rekan-rekannya berhasil menarik perhatian masyarakat berkat ketangkasan yang diperlihatkannya dalam menerbangkan pesawat.
Pembina-pembina AURI selalu berusaha memperbaiki pesawat-pesawat rongsokan peninggalan Jepang. Salah sebuah pesawat itu diberi rrama ”Diponegoro I”. Untuk mengadakan uji-coba, maka pada tanggal 10 Agustus 1946 Adisutjipto, Iswahjudi dan Husein Sastranegara beserta juru teknik Kaswan dan Rasyidi, menerbangkan nya dari Maguwo ke Maospati, Madiun.
Percobaan – percobaan terbang yang berhasil baik itu menambah keyakinan pembina-pembina AURI bahwa mereka akan berhasil membangun kekuatan udara yang sangat diperlukan oleh sebuah negara yang baru saja merdeka dan sedang menghadapi ancaman musuh. Pembangunan itu termasuk pula pembinaan wilayah dan dalam hal ini AURI melakukan inspeksi ke pangkalan-pangkalan yang tersebar di Jawa dan Sumatra. Tanggal 27 Agustus 1946 enam buah pesawat jenis Nishikoren, Cukiu, dan Cureng tinggal landas dan lapangan Maguwo menuju Sumatra bagian Selatan. Dalam perjalanan kembali ke Yogyakarta, pesawat yang dikemudikan Iswahjudi mengalami kerusakan mesin. Tak ada pilihan lain selain melakukan pendaratan darurat. Berkat keterampilan Iswahjudi pesawat berhasil mendarat di pantai Pameunpeuk, Garut Selatan, Jawa Barat, tanpa mengalami kerusakan berat. Dalam pesawat itu ikut KSAU, Komodor Udara S. Suryadarma.
Iswahjudi termasuk salah seorang perwira andalan AURI. Semua jenis pesawat terbang yang ada ketika itu sudah diterbangkannya dan dikuasainya dengan baik. Pesawat Dakota C-47 VT-CLA milik seorang industrialis India, Patnaik, yang mendarat di Maguwo bulan Pebruari 1947, pernah pula diterbangkannya. Untuk itu, Iswahjudi bersama Adisutjipto berlatih selama dua hari. Pesawat inilah yang pada tanggal Juli 1947 ditembak secara brutal oleh pesawat terbang Belanda di atas udara Yogyakarta sehingga terbakar dan menewaskan beberapa orang pimpinan AURI, antara lain Abdulrachman Saleh.
Sebagai seorang militer, Iswahjudi pun mengalami perpindahan tugas. Pada mulanya ia diserahi tugas sebagai instruktur Sekolah Penerbang di Yogyakarta. Sesudah itu ia diangkat menjadi Komandan Pangkalan Maospati, Madiun, menggantikan Abdurachman Saleh yang diangkat menjadi Komandan Pangkalan Bugis, Malang. Jabatan sebagai Komandan Pangkalan Bugis dipangku Iswahjudi selama satu tahun. Beberapa waktu lamanya ia ditempatkan di Yogyakarta dan setelah itu, diserahi jabatan sebagai komandan Pangkalan Udara Gadut, dekat Bukittinggi, Sumatera Barat. Di samping itu, bersama-sama Abdul Halim Perdanakusuma ia bertugas pula membentuk dan menyusun organisasi AURI di Sumatera. Bahkan ia mendapat tugas khusus untuk menyelenggarakan hubungan udara dengan luar negeri.
Tugas menyelenggarakan hubungan dengan luar negeri merupakan tugas yang cukup berat dan berbahaya. Pada waktu itu Belanda melakukan blokade yang ketat terhadap wilayah RI, baik di darat, di luar, maupun di udara. Di darat Belanda selalu berusaha memojokkan RI ke daerah-daerah yang miskin. Blokade laut dan udara dimaksudkan Belanda untuk melumpuhkan perdagangan RI dengan luar negeri dan juga untuk mencegah masuknya senjata dari luar ke Indonesia. Namun Blokade ini, dengan keberanian yang luar biasa, dalam beberapa hal berhasil ditembus oleh pihak RI. AURI beberapa kali berhasil menerbangkan diplomatik RI ke luar negeri, antara lain Misi Haji Agus Salim, Misi Sutan Sjahrir, dan Misi Wakil Presiden Moh. Hatta dalam kunjungan tidak resmi ke India. Misi Agus Salim berhasil menarik simpati beberapa negara Arab sehingga mereka mengakui RI. Dalam membawa misi Wakil Presiden, Iswahjudi bertindak sebagai kopilot.
Untuk melakukan tugasnya, AURI memerlukan pesawat yang cukup. Masyarakat diajak berpatisipasi dalam hal pembelian pesawat terbang. Sewaktu bertugas sebagai Komandan Pangkalan Udara Gadut, Bukittinggi, Iswahjudi menghimbau masyarakat setempat untuk mengumpulkan uang guna membeli sebuah pesawat terbang. Himbauan itu berhasil baik. Secara bergotong royong masyarakat Bukittinggi mengumpulkan uang dan harta benda mereka, walaupun keadaan ekonomi pada masa itu cukup sulit. dana yang terkumpul ditukar dengan emas seberat 12 kilogram itulah dibeli sebuah pesawat terbang jenis Avro Anson dari seorang pedagang Amerika bernama Keegan. Pesawat itu kemudian. diberi registrasi RI-003. Sesuai dengan perjanjian, Keegan akan mengantarkan pesawat ke Bukittinggi dan kemudian ia akan diantarkan kembali ke Bangkok.
Sesudah pesawat tiba di Bukittinggi, Iswahyudi mengadakan percobaan terbang dan berhasil dengan baik. Sesudah itu bersama dengan Halim Perdanakusuma ia berangkat ke Bangkok untuk mengantarkan Keegan. Selain mengantarkan Keegan, meraka mendapat tugas pula untuk mengadakan kontak dengan pedagang-pedagang Singapura dalam rangka membeli senjata yang akan dibawa ke tanah air lewat Singapura.
Tanggal 14 Desember 1947 pesawat terbang di udara Perak, Malay¬sia. Tiba-tiba cuaca berubah memburuk. Hujan lebat turun disertai badai yang cukup kuat. Iswahyudi berusaha melakukan pendaratan darurat. Karena jarak penglihatan sangat pendek, pesawat membentur pohon kayu ketika berusaha menghindari suatu ketinggian di pantai. Pesawat akhirnya jatuh di laut di Tanjung Hantu, Perak, Malaysia.
Sore hari tanggal 14 Desember 1947 itu Polisi Lumut, Malaysia menerima laporan tentang terjadinya kecelakaan pesawat terbang. Pada waktu itu mereka belum mengetahui bahwa pesawat yang jatuh itu adalah pesawat RI-003. Seorang anggota Polisi berangkat ke tempat kecelakaan. tetapi karena air sedang pasang, ia hanya dapat melihat ekor pesawat. Keesokan harinya beberapa orang nelayan menemukan sesosok mayat terapung di laut beberapa ratus meter dari pantai. Pencarian terus diadakan. Akhirnya di temukan barang-barang lain dan kepingan-kepingan pesawat. Salah satu barang yang ditemukan ialah kartu nama Halim Perdanakusuma. Ditemukan pula sebuah dompet berisi lembar uang ketas Siam, kartu – kartu bertuliskan Iswahyudi dan sarung pisau dengan tulisan di atasnya Keegan.
Dari bukti-bukti yang ditemukan itu diambil kesimpulan bahwa pesawat terbang yang mengalami kecelakaan itu adalah pesawat milik Angkatan Udara Republik Indonesia. Disimpulkan pula bahwa kecelakaan terjadi bukan karena kerusakan mesin, tetapi karena cuaca yang sangat buruk.
Berita mengenai kecelakaan pesawat segera tersebar luas. Tokon-tokoh masyarakat Malaysia yang bersimpati terhadap perjuangan Indonesia menaruh perhatian yang besar terhadap peristiwa tersebut. Dilumut di bentuk panitia pemakaman untuk menguburkan Halim Perdanakusuma. Mayat Iswahyudi tidak pernah di temukan, walaupun pencarian dilakukan secara insentif.
Kecelakaan pesawat RI-003 merupakan pukulan yang berat bagi AURI khususnya dan perjuangan Indonesia umumnya. AURI kehilangan dua orang perwira yang sangat diandalkan dan tenaganya masih sangat diperlukan. Beberapa bulan sebelumnya AURI telah pula kehilangan perwira-perwiranya, antara lain : Abdurachman Saleh dan Adisucipto ketika pesawat Dakota CT-CLA ditembak Belanda di udara Yogyakarta.
Berita duka itu diterima isteri Iswahyudi dan segenap anggota keluarga dengan rasa pedih dan pilu. Wakil Preisiden Hatta yang sedang berada di Bukittinggi secara khusus mengirim surat belasungkawa kepada isteri Iswahyudi. Dalam surat itu Wakil Presiden mengatakan bahwa Iswahyudi di gugur sebagai pahlawan bangsa.
Pemerintah menghargai jasa dan perjuangan Iswahyudi untuk kepentingan bangsa dan negara. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 06/TK/Tahun 1975, tanggal 9 Agustus 1975, Isawahyudi ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Bertepatan dengan Hari Pahlawan tanggal 10 November 1975 makam Halim Perdanakusuma dan Iswahyudi secara simbolis dipindahkan dari Lumut ke Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Pemerintah RI dengan SK Presiden No. 063/TK.1975 tanggal 9 Agustus 1975 menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepada Marsekal Muda TNI Anumerta R. Iswahyudi.
‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur, Sumber:
http://pahlawancenter.com/pahlawancenterbaru/?p=1876

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Pahlawan, Pahlawan Indonesia, Surabaya, Tokoh dan tag , , , , , , , , , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar