Puspa Agro, Melepaskan ‘Kutukan’ kepada Petani


Peresmian Puspa Agro yang dihadiri oleh enam menteri sekaligus pada Sabtu (17/7 ) lalu dengan ditandai pemecahan rekor pesta bakar bandeng sepanjang 5,5 kilometer. 

Entah karena nasib atau terkena kutukan, sejak zaman penjajah hingga kini, tak pernah ada cerita petani bisa untung melimpah dan kaya. Bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari saja, petani sudah bersyukur dan jika ada sedikit sisa laba itupun tidak bisa digunakan selain untuk modal tanam periode selanjutnya.

Pasar Induk Agrobis (PIA) yang kini berubah nama menjadi Puspa Agro menjadi solusi atas perubahan nasib petani. “Sejak awal, Puspa Agro didesain untuk meningkatkan penghasilan petani,” kata Direktur Utama PT Jatim Grha Utama (JGU) Erlangga Satriagung. Karena itu, pasar induk terbesar di Indonesia ini akan memberikan kesempatan seluas-luanya bagi petani untuk memiliki kios atau stand sebagai tempat bagi mereka menjajakan hasil pertaniannya. Sayangnya, setelah diresmikan pada 17 Juli lalu, hingga saat ini baru 30 persen dari 1.045 lapak yang dimiliki petani. Sisanya masih didominasi oleh para pedagang biasa non petani.

Selain untuk meningkatkan penghasilan petani, pasar induk yang berlokasi dikawasan Jemundo, Sidoarjo ini juga didirikan sebagai langkah untuk menstabilkan harga kebutuhan pokok sehingga bisa menguntungkan konsumen.

“Kalau kita tahu, harga sayur di pasaran ini sudah puluhan kali lipat dibandingkan harga petani,” kata Erlangga. Dirinya mencontohkan harga kubis yang di tingkat petani hanya Rp500 per kilo, namun ketika sampai di pasar kubis mencapai Rp 2.000, bahkan di supermarket atau pasar modern harga kubis mencapai Rp 4.500.

Dengan adanya pasar induk ini, jarak harga sebesar ini diharapkan bisa diminimalisir selain juga untuk membagi keuntungan tidak hanya didapat oleh pedagang melainkan juga bisa dinikmati oleh petani.
Apalagi, konsep pasar ini juga ditujukan untuk memenggal rantai broker para pedagang. Dengan pola petani berhadapan langsung dengan konsumen, kwalitas produk pertanian diharapkan juga bisa meningkat sesuai dengan keinginan konsumen.

Di pasar yang didirikan di lahan seluas 50 hektar ini, petani akan dibiasakan untuk melakukan sortir produk serta pengemasan. “Selama ini, petani jual men tahan, coba kalau sudah dikemas pasti harganya akan lebih menguntungkan,” tambah Erlangga.
Konsep seperti ini sengaja dibuat karena geografis Jawa Timur menempatkan 47 persen warganya menjadi petani, sehingga Puspa Agro diharapkan mampu menjawab keresahan 47 persen warga Jawa Timur yang berprofesi sebagai petani ini.

Yang pasti, peresmian Puspa Agro yang dihadiri oleh enam menteri sekaligus pada Sabtu (1 7/7) lalu dengan ditandai pemecahan rekor pesta bakar bandeng sepanjang 5,5 kilometer. Pasar yang dibangun di lahan seluas 50 hektar ini akan terdiri dari 7 los pasar dengan 5 ribu stand. “Untuk saat ini baru terbangun 2 los dan 1045 stand,” kata Erlangga.
Selain los pasar, Puspa Agro dilengkapi dengan kawasan pergudangan, cold storage, balai lelang, jembatan timbang, kawasan wisata agro seluas 12 hektar, serta 5 unit twin tower yang mampu menampung 500 pedagang.

Dengan anggaran pembangunan mencapai Rp 830 miliar, pasar ini ditargetkan mampu mendapatkan omset pertahunnya mencapai Rp 15 Trilyun. ib/rif

Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Prasetya, Volume II, 19 Juli 2010

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Sentra, Surabaya, Wisata, Wisata Khas dan tag , , , , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar