Petrus Setijadi Laksono, Tinju


25 Juni 1934,  Liem Bwan Sing (Petrus Setijadi Laksono) lahir di Malang,  dari pasangan Liem Ing Sian – Tan Bing Nio. Yang pada akhirnya lebih dikenal dengan Setijadi Laksono. sejak usia 13 tahun sudah berlatih tinju di Malang di bawah bimbingan pelopor tinju Indonesia Kid Darlim.

Tahun 1950-an, Petrus Setijadi Laksono sudah menjadi petinju, dari awal sampai tinju professional yang bernaung di bawah Pertigu (Persatuan Tinju dan Gulat).

Tahun 1951-1956, Setijadi naik ring sebagai petinju professional.

8 Juni 1956, di Jakarta Setijadi terpilih sebagai petinju terbaik.

Tahun 1956, ia menikah dengan Sri Wahyuni Noor (Nyoo Giok Hwa). dikarunia tiga orang anak (Dua putra, satu putri), serta 10 orang cucu.

Tahun 1957, Setijadi berhenti sebagai petinju.

Tahun 1961, Pertigu (Persatuan Tinju dan Gulat) dilarang oleh pemerintah.

Tahun 1960-an, Setijadi kemudian mulai menjadi promotor tinju.

Tahun 1969 la kembali menjadi petinju amatir dan memperkuat tim Jawa Timur di PON VII di Surabaya. Setijadi mampu merebut medali emas untuk kelas Berat. Walaupun tubuhnya tinggi besar ia sangat lentur, hingga selalu mampu menghindar dari pukulan-pukulan lawan. Teknik tinjunya bagus dan pertahanannya rapat. Karena itu, ia sulit dipukul oleh lawannya.

Tahun 1970,Setijadi berhasil mempertahankan gelar juara nasional kelas Berat dalam kejurnas di Ujungpandang (Makassar).

Tahun 970-an, Setijadi menjadi pelatih tinju Suryanaga setelah pelatih sebelumnya Kid Belle! pulang ke negara asalnya Belanda. Petinju- petinju yang pernah ditanganinya antara lain adalah Kacung dan Wan Djing (semula dilatih oleh Kid Bellel)

Tahun 1971. Setijadi mendirikan Sawunggaling Boxing Camp di Surabaya, serta terjun sebagai promotor. Promotor pertamanya ketika ia menggelar pertandingan tinju di Surabaya adalah O Herliono. Agar Suryanaga Boxing Camp bisa terus eksis Setijadi menyerahkan jabatan pelatih pada Anton Go. Dengan demikian, petinju-petinju dari Suryanaga bisa tetap berlatih di bawah bimbingan pelatih. Tak cukup sampai di situ, Setijadi Laksono menerbitkan majalah tinju “Ring Indonesia” yang kemudian berganti nama menjadi “Tinju Indonesia”.

Tahun 1971, Setijadi menjadi promotor bagi petinju terkenal Tan Kok Liem (Suryanaga) ketika bertanding melawan Flash Galego dari Filipina. Sejak saat itu namanya terus berkibar, hingga ia menjadi terkenal sebagai promotor yang sangat aktif. Selama menjadi promotor, ia pernah mengorbitkan anak-anak didiknya di Malang menjadi petinju professional terkenal. Anak-anak didiknya antara lain Wongso Suseno, Didik Mulyadi dan Nurhasyim.

Tahun 1974, Wongso menjadi satu-satunya petinju Indonesia yang mampu merebut juara OPBF (Asia Pasifik).

Tahun 1975, Berkat suksesnya itu, Setijadi dipilih sebagai Pembina Tinju Terbaik, oleh SIWO/PWI Jatim.

Tahun 1979–1981, Salah seorang anak Setijadi, Handoyo Laksono, mengikuti jejaknya sebagai petinju.

Tahun 1979 Atas permintaan Ketua Umum PS & OR Suryanga Zulkarnain Kurniawan, Setijadi menghidupkan kembali Suryanaga Boxing Camp, la pernah mengorbitkan petinju muda Tio Lie Gien dalam pertandingan melawan Mohammad Zen. Ketika itu, partai utamanya adalah antara petinju asal Singapura B Coldenhoff melawan Saktharong dari Thailand.

15 Maret 1979, Setijadi mempelopori berdirinya Persatuan Manajer Tinju Indonesia (PMTI). PMTI ketika itu berkantor di Grand Park Hotel Jalan Samudra. Sebagai ketua pertama ditunjuk Roy Suyanto, sedangkan dia memegang jabatan Sekretaris Jendral.

2 September 1980, Setijadi ikut membidani berdirinya kick boxing Indonesia. Untuk itu, Setijadi mengumpulkan para tokoh olahraga bela diri seperti karate, kung fu, pencak silat dan judo. Organisasi tersebut berpusat di Surabaya.

Semangatnya yang menggebu-gebu dan dedikasinya yang tinggi pada dunia tinju sampai saat ini masih menjadi panutan para insan tinju profesional di Indonesia.

Handoyo Laksono (putra Setijadi Laksono) pernah berkecimpung melanjutkan usaha ayahnya, namun tidak dilanjutkan. Kini putri Setijadi, Karina Fifi Laksono melanjutkan kelangsungan usaha kepromotoran dan Sasana Sawunggaling.

Nama Setijadi juga dikenal oleh para tokoh dan badan tinju di manca negara. Petinju asuhan dia, al.: Yani Hagler, Hengky Gun, Kai Siong, Ajib Albarado dan masih banyak lagi.

Tahun 1989, mendapatkan Penghargaan dari Menpora.

12 Pebruari 2001, pada usia 68 tahun, Setijadi Laksono meninggal di Surabaya, akibat komplikasi ginjal, liver, diabetes, jantung, darah tinggi.

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Johnny Budi Martono & Mulyono. Buku Peringatan 100 Tahun POR Suryanaga, Surabaya: Suryanaga, 2008 – http://id.wikipedia.org/wiki

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Malang [Kota], Surabaya, Th. 2008, Tokoh dan tag , , , , , , , . Tandai permalink.

2 Balasan ke Petrus Setijadi Laksono, Tinju

  1. Eko Susanto berkata:

    Pak Setyadi Laksono pernah bikin majalah bersama Finon Manullang namanya majalah TINJU, siapa yang punya koleksinya, saya mau beli Rp. 100.000,- per eksemplar

Tinggalkan komentar