Jamur Champignon, Bromo-Probolinggo


Jamur Champignon, Atasi Kesulitan Petani Bromo

LAPORAN: FATHONI/HM DJUPRI/FERRY WARDATA

KETIKA debu Bromo masih tebal, saat itu petani di sekitarnya kesulitan menanam kentang dan gubis maupun tanaman lain. Sebagai alternatif petani dianjurkan menanam jamur champignon atau yang lebih populer dengan sebutan Bromo Champ. Jamur ini sangat mudah dilakukan di rumah tanam. Soal permodalan dan untuk menggolkan program Bromo Champ ini, Kadin Probolinggo memfasilitasi bekerjasama dengan Bank BPR Jatim. Sebagai titik awal pelaksanaan program ini, Sabtu (21/5) diadakan Sosialisasi Usaha Jamur Champignon “Menuju Kebangkitan Ekonomi Pasca Erupsi Bromo” yang digelar di balai desa Wonokerto, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo. Acara ini dihadiri Sekprov Jatim yang juga Komut Bank BPR Jatim Dr. H. Rasiyo MSi, Dirut Bank BPR Jatim R. Soeroso, Ketua Kadin Probolinggo Ir. Sucipto Susilo, pejabat Pemkab Probolinggo dan para petani jamur Bromo Champ.

Dalam wawancara dengan Sarekda, Rasiyo menilai program Bromo Champ sangat bagus untuk membantu masyarakat Bromo akibat dampak gunung berapi beberapa waktu lalu. Petani yang gagal menanam kentang dan kubis diarahkan menanam jamur. “Jenis jamur champignon ini bagus sekali apalagi didukung situasi alamnya yang tinggi dengan temperatur antara 10-20 derajat celsius dan hasil panen yang menjanjikan. Ditambah lagi sistem pertaniannya bisa di rumah-rumah, jadi sangat mudah dilakukan,” katanya. Jadi, lanjut Rasiyo, nantinya bertani jamur ini bisa dilanjutkan sambil menunggu lingkungan Gunung Bromo menjadi subur lagi seperti hari-hari biasanya biasanya. Sebab, untuk menunggu pulih lagi perlu waktu sehingga kalau sekarang ditanami secara paksa tidak akan tumbuh dengan subur karena ketebalan pasir sekitar 60 cm. “Nah, sambil menunggu kesuburan tanah ini petani dianjurkan bertani jamur. Jamur kan juga menghasilkan sehingga nantinya bertani jamur bisa diteruskan.

Nanti ketika lingkungan pertaniannya sudah subur kembali, maka bertani kentang dan gubis juga jalan sementara jamur pun jalan,” harapnya. Menurut Rasiyo, sebenarnya usaha jamur ini menyangkut permodalan, itu sebabnya Pemprov Jatim membantu permodalan dengan cara meminjami. “Sebab, kalau seseorang itu hanya diberi uang saja maka kinerjanya tidak bagus. Tapi, kalau dipinjami maka dia ada upaya untuk mengembalikan dari hasil pertaniannya. Cara ini akan lebih mendidik orang agar lebih giat dan lebih bersemangat. Apalagi bunganya juga kecil, hanya satu persen. Kreditnya dari Bank BPR Jatim, tapi kalau channeling nanti modalnya bisa lebih dari Rp 250 juta,” ujarnya. Dijelaskan lagi, seandainya dia tidak punya agunan, petani tetap akan mendapat kredit. Sebab, agunan akan ditanggung oleh Jamkrida. Bahkan, bisa dibilang petani tidak mengeluarkan uang sama sekali. “Petani terima uang, tapi dari hasil kegiatannya itu petani malah bisa membayar utang dengan bunga yang sangat kecil sekali.

Bunga Jamkrida hanya 6 persen. Jadi, 12 persen efektif, berarti satu bulannya ya satu persen. Modal sudah kita luncurkan. Tadi, kita sudah Modal. Kalau soal teknis nanti dengan Kadin Probolinggo, dan kalau soal dana dengan kami. Nanti dua atau tiga bulan lagi nanti akan kita cek lagi,” katanya. Sementara Dirut Bank BPR Jatim, R Soeroso, di lokasi sosialisasi usaha jamur menjawab pertanyaan mengatakan terarik pada program Bromo Champ karena bertujuan untuk meningkatkan ekonomi kerakyatan akibat erupsi Gunung Bromo sehingga pertanian jadi terhambat. “Nah, dengan dialihkannya pertanian menjadi budidaya jamur apalagi pasamya sudah jelas melalui PT Surya Jaya, dengan demikian Bank BPR Jatim tergugah sekaligus ikut mengakses program Pak Gubemur yaitu pro  job dan pro growth,” jelas Soeroso.

Soeroso menilai, budidaya jamur ini sebetulnya upaya untuk penyerapan tenaga kerja melalui pemberian modal kerja yang biayanya dari Bank BPR Jatim. Dengan pemberian modal kerja dan investasi jamur ini, maka ekonomi kerakyatan itu akan terdongkrak naik. Tanaman lain yang terkena erupsi sehingga gulung tikar, namun pada pertanian jamur penghasilannya akan meningkat karena suhu di Bromo memenuhi syarat dalam bertani jamur. “Itu sebabnya, kami bersarna Pak Sekprov Jatim bersosialisasi dalam rangka eksibilitas permodalan dari Bank BPR Jatim, sehingga langsung bisa diserap oleh para petani yang ada di Desa Wonokerto, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo ini,” terangnya.

Dalam program Bromo Champ ini, tegas Soeroso lagi, Bank BPR Jatim ini justru harus punya peran. Sebagai BUMD jangan hanya memberi profit, tapi juga bisa memberi benefid atau manfaat bagi rakyat di Jawa Timur untuk pertumbuhan ekonomi kerakyatan dengan penyerapan tenaga kerja. Harapannya PDRB naik, pend apatan perkapita penduduk naik, kemampuan membayar distribusi pajak baik, kemampuan pemerintah dalam APBD juga meningkat, dan subsidi pun berkurang sehingga bisa membangun sarana dan prasama di daerah lain yang tertinggal. Ujung-ujungnya daerah lain pun ikut berkembang dan bisa mengejar daerah-daerah lain yang sudah berkembang lebih dulu.

“Insyaallah, saya mengikuti program Pak Gubernur bahwa tahun 2013 Jawa Timur harus bisa menyalip Jakarta dengan turut membangun ekonomi kerakyatan sehingga bisa tumbuh dengan baik. “Saya, menunjang program 2013. Bank BPR Jatim harus punya peran serta terhadap pertumbuhan ekonomi kerakyatan yaitu lewat penyerapan tenaga kerja dan mengurangi kemiskinan tadi,” urainya.

Sedangkan Ketua Kadin Probolinggo Ir Sucipto Santoso, mengatakan bahwa budidaya jamur champignon ini sebetulnya sebagai altematif petani Bromo yang usahanya sedang macet. Ini disebabkan karena keadaan pasir pasca letusan Bromo yang saat ini ketebalannya mencapai 60 cm bahkan masih ada hujan abu.

Menurutnya, keunggulan jamur champignon ini disamping bisa dilakukan di rumah-rumah tanam, juga hidup pada suhu 16 derajat celsius pada ketinggian 1.500 meter. “Menanam jamur champignon lebih gampang daripada tanam kentang atau wartel yang mudah layu jika terkena debu Bromo padahal saat ini Bromo masih terus batuk-batuk. Rumah-rumah yang menanam jamur nantinya ditandai dengan stiker Bromo Champ. Petani yang direkrut ditargetkan 300 orang sehingga diharapkan bisa menghasilkan jamur champignon 18 ton/hari. Harapan kami ke depan Bromo seperti Batu. Kalau orang berwisata ke Batu pulang bawa oleh-oleh apel, maka wisatawan ke Bromo pulang bawa oleh-oleh jamur champignon,” harap Sucipto.

Ditambahkan, Kadin Probolinggo dalam budidaya jamur champignon ini memfasilitasi antara petani dengan industri pabrikan yang mengola dalam kaleng, plastik bahkan pres. “Jadi, yang melakukan ekspor sudah ada sendiri yaitu industri pabrikan itu. Ekspor dilakukan ke Amerika, Eropa dan Timur Tengah. Saat ini hanya untuk konsumsi lokal dulu, karena masih dalam taraf ujicoba. Tapi, nanti ketika panen sudah mencapai 90 ton maka ekspor pun dilakukan. Standar satu kontiner itu 15 ton, dan ekspor terbesar ke Amerika,” ujarnya. -ryan

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: SAREKDA Jawa Timur, edisi : 011, 2011

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Probolinggo, Sentra dan tag , , , , , , . Tandai permalink.

Satu Balasan ke Jamur Champignon, Bromo-Probolinggo

  1. rudi wahyono berkata:

    mohon informasi kontak produsen jamur kancing yg bisa kami hubungi terima kasih.

Tinggalkan komentar