Pakaian Adat Tradisi Jawa, Kabupaten Ponorogo


Pakaian Resmi Wanita Remaja Bangsawan, nama Pakaian bagian atas klambi kebaya panjang, bagian bawah Jarit (kain panjang). Unsur Perlengkapan Pakaian pada  bagian kepala:

Wajah memakai wedak teles, Rias wajah memakai wedak gadung atau wedak te­les atau wedak yang dibuat dari bahan beras. Ada- pun cara membuat wedak gadung adalah sebagai berikut : Beras direndam dalam air selama 5—7 hari. Tiap hari airnya diganti. Setelah beras diren­dam kemudian ditumbuk (diremat) dan disaring. Setelah lembut, didiamkan untuk beberapa waktu. Sisa atau ampas dari beras yang halus tersebut diberi ramuan wangi-wangian dari bunga kenanga, kantil dan daun pandan. Kemudian dibentuk bu- lat-bulat dan dijemur sampai kering. Cara pema- kaian wedak aden ini ialah dicampur dengan air, lalu dipoleskan ke seluruh wajah. Fungsi wedak adem ialah agar muka tampak cantik berseri-seri.

Celak yaitu hiasan berupa garis di atas dan di ba­wah kelopak mata, bahannya ialah langes (bahasa : Jawa) yaitu asap api yang mengeras. Biasanya api dari lampu teplok yang nyalanya besar biasa mengeluarkan asap ba- nyak dan lama-lama menebal serta mengeras. Jela- ga yang telah mengeras itu berwarna hitam. Inilah yang dijadikan celak.

Rambut, untuk remaja putri biasanya dipakai sanggul berupa gelung konde dengan hiasan di atasnya 2 buah cucuk (tu­suk) konde, bahannya emas, perak atau tembaga, dan bentuknya menyerupai sendok dan manggaran menyerupai manggar (bunga kelapa).  Hiasan telinga memakai gondel (anting-anting), terbuat dari emas, berwarna kuning po­los. beratnya tidak ada ketentuan, biasanya disesuai­kan dengan kemampuan.  Bentuknya seperti bentuk setengah lingkaran.

Bagian atas,  Hiasan di leher berupa kalung rantai (menyerupai se­perti rantai). Bila dari kalangan orang berada atau mampu, maka diberi gandul atau leontin dinar (uane Arab). Bahannya emas, dengan warna kekuning-kuningan de­ngan bentuk seperti rantai dan liontinnya bulat seperti uang logam. Klambi kebaya panjang tanpa Kuthubaru. Bahan pakaian ini ialah beludru berwarna hitam. Bentuknya seperti umumnya kebaya Jawa, dibuat tan­pa memakai kuthubaru, tetapi menggunakan benik atau kancing dinar sebanyak tiga atau lima buah. Ukurannya panjang kebaya sampai di bawah pineeul. Pola badan dan lengan dibuat mengepas di badan agar terlihat jelas bentuk badannya. Itulah tujuannya kebaya remaja putri dibuat tanpa kuthu baru. Kutang sarana penutup buah dada supaya bentuknya bagus dan menarik, bahannya kain mori atau kain belacu yang agak halus biasanya warnanya pada umumnya putih atau hitam, dan bentuknya seperti bentuk kutang pada umumnya. Ukurannya sesuai dengan besar kecilnva dada si pemakai dan biasanya dibuat agak pas agar kelihatan badannya singset dan kencang.

Kemben bahannya kain batik berwarna merah, de­ngan motif cinde atau pelangi. Ukurannya panjang 2,5   meter dan lebar ± 40 centimeter. Fungsinya untuk penutup bagian dada dan sekalian juga untuk penutup stagen. Selendang Cinde bahan selendang ini ialah kain batik dengan warna bermacam-macam. Motifnya ialah udan liris, sinatrio manah atau sido mukti (biasanya satu stel dengan kain panjangnya). Ukuran panjang 2,5 meter dan lebar lebih kurane 40 centimeter.

Fungsi sebagai pelengkap kain kebaya. Hiasan di tangan berupa Gelang rantai atau gelang penuh permata yang bernama gelang tretes. Bahannya emas dan permatanya dari intan. Ben­tuknya seperti rantai biasa dan bentuk ulan-ulan yaitu menyerupai lilitan ular. Cincin dibuat dari emas bermata merah dan putih. Bentuknya cere gancet yaitu bentuk anak coro yang se­dang berdempetan tumpeng tindih. Menpenai beratnya tidak ada ketentuan, disesuaikan denean kemampuan.

Bagian bawah : Jarit (kain paiyang) terbuat dari mori, dengan warna latar pu­tih. Motifnya bahan liris atau sinatrio manah, dengan ukuran seperti kain panjang pada umumnya yaitu, pan­jang 2,5  meter dan lebar satu meter. Bentuk kain empat persegi panjang dengan jumlah wiron panjil, antara sebelas sampai dengan sembilan belas. Setagen dibuat dari kain tenun kentel, berwarna hitam ukuran panjang ± 5 meter dan lebar ± 15 centimeter, stagen berfungsi untuk pengikat kain panjang denpan pinggang agar kain tidak lepas atau melorot dari pinggang. Alas kaki selop atau sandal, Selop dibuat dari bahan beludru, sedangkan sandal di­buat dari bahan kulit. Warnanya biasanya hitam. Model selop, bagian depannya tertutun dengan hak tidak terla- lu tinggi sedang sandal, model srempang (seperti sandal jepit).

Cara berpakaian, Mula-mula dipakai kain panjang yang sebelumnya sudah diwiron dengan jumlah ganjil. Kain dipakai dengan cara dililitkan meling- kari badan dari arah kiri ke kanan, yang panjangnya dari batas ninggang sampai batas mata kaki. Setelah itu, dipakai setagen sebagai pengikat kain panjang di ba­dan (pinggang) agar kain panjang terse but dengan erat dan baik, sehingga tidak mudah lepas. Ada pun memakainya juga dengan cara dililitkan di pinggang dan waktu melilitkannya, setagen ter- sebut agak ditarik supaya ketat dan sinpset. Kemudian, dipakai kemben dengan cara dililitkan pula dari batas dada sampai ke pinggang. Ada pun memakai kemben adalah se­bagai penutup dada, sekaligus untuk menutupi setagen agar tam- nak lebih rapi. Setelah yang baru dipakai klambi kebaya panjang kemudian benik atau kancing dinarnya dikancingkan semua. Kemudian, dipakai selop atau sandal, dan selendang cinde.

Fungsi pakaian untuk menutup bagian tubuh dan alat ke- indahan dalam menghadiri acara-acara resmi pada pesta per- kawinan serta acara resmi dalam menyambut tamu-tamu. Arti simbolis : Kebaya remaja putri ini yang tidak memakai kuthubaru mempunyai makna bahwa remaja putri itu belum pernah mempunyai putra. Hal ini dilambanpkan denpan bentuk badannya yang masih kencang (singset) teruta- ma pada bagian buah dada, sehingga tidak perlu lapi kuthu baru pada kebayanya.  Warna merah dan nutih pada cincin cere gancet, melambangkan bahwa asal manusia adalah dari Bopo dan Biyung (Bapak dan Ibu).

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Pakaian Adat Tradisional Daerah Jawa Timur, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Jakarta,  1987. hlm. 119-122

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Ponorogo, Seni Budaya, Th. 1987 dan tag , , , , , , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar