Sunarto Sumoprawiro


Sunarto001Sunarto Mantan prajurit Kopasus kelahiran Wonorejo III, Surabaya ini pernah menjabat sebagai Aslog dan Aster Kodam V/Brawijaya. Sebelumnya lebih banyak bertugas di Jakarta. Menerima penghargaan bintang Eka PakciNararya dari Presiden Soeharto, yang diberikan pada mereka yang sudah bertugas minimal dalam lima operasi. Sekarang menjabat sebagai Walikotamadia Surabaya periode 1994-1999.

Menikah dengan Endang Pertiwi dan bersama keluarga tinggal di rumah dinas, Jl. Walikota Mustajab No. 61 Surabaya, telepon 45Q93, 46890. Sehari hari berkantor di Jl. Taman Surya No. 1 Surabaya, telepon 43051, 43071 dan 41726.

Semenjak dilantik sebagai Walikota Su­rabaya, ia sudah mempunyai motto yang akan dikembangkannya di semua jajaran. Yaitu: disiplin adalah napasku, kesetiaan adalah kebanggaanku dan kehormatan adalah segala-galanya. “Saya akan mengajak staf dan bawahan saya untuk menerapkan motto itu Sebab ini sudah diuji kebenarannya di Angkatan Darat. Saya akan ajarkan bagaimana disiplin, kesetiaan dan kehprmatan itu. Kehormatan itu segala- galanya. Nyawa pun bila perlu saya pertaruhkan demi persatuan,” ungkapnya.

Sunarto tak menyangka kalau akan kembali ke kota kelahirannya, bahkan menjabat seba­gai orang nomor satu di Surabaya. Baginya, sebagai prajurit, menjadi apa saja tidak ada masalah. Dan ia siap ditem patkan di mana saja. “Awake dhewe iki prajurit, dadi apa ae terserah sing dhukuran. Niat saya cuma satu, pengabdian. Dan ini bisa dilakukan di mana saja sesuai perintah atasan. Termasuk kembali dan ikut membangun Sura­baya,” katanya dengan dialek Suro boyoan yang kental.

Dalam menjalankan tugas, ia tetap bersedia menerima kritik, tapi jangan yang mengadu domba. la punya trik tersendiri untuk mengha dapi kritik. “Pokoknya kalau saya diapiki, aku luwih apik. Tapi nek diga- rahi, ya tahu sendiri,” tegasnya.

Menghadapi stafnya yang mbeling, ia akan berusaha merigingatkan dulu. Tapi kalau tidak bisa diingatkan, ya diganti saja. Tapi lalu jangan menganggapnya sebagai pejabat yang ‘keras’. “Aku ini orangnya gaK tegoan. Tapi nek aku disodok teko mburi, ya seje maneh itungane,” jelasnya.

Di bawah kepemimpinannya, Surabaya berhasil merebut kembali Adipura Kencana, setelah gagal mempertahankannya pada tahun 1994. Menurutnya, hal ini berkat kerjasama semua warga Surabaya, yang mau kotanya jadi bersih. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa peran serta masya- rakat dan PKK memberi sumbangan nilai yang sangat tinggi, yaitu 97,88. Tanggung- jawabnya cuma menyatukan semua kepala dinas dan lapisan masyarakat. “Ibarat mau perang, saya komandannya, harus bisa mengatur semua anak-buah.”

Ia belajar dari kekurangan tahun 1994, ketika gagal mempertahan kan Adipura Kencana. Waktu itu tak ada program in- ovatif, jadi dianggap tak ada kemajuan. Padahal untuk Adipura Kencana, kriterianya semakin tinggi. Untuk itu selain melakukan program rutin, Pemda Surabaya juga menjalankan program baru, seperti membentuk petugas khusus pemelihara got atau saluran air di beberapa kawa san. Lalu meningkatkan kesejahteraan pasukan kuning.

“Bagaimana mau menggerakkan pasu­kan kuning dengan baik, kalau kesejah- teraannya tidak dipikirkan? Karena itu saya buatkan mereka rumah di daerah Rungkut, puskesmas di Grudo dan asuransi jiwa. De­ngan demikian morilnya tinggi untuk bekerja. Barangkali ini yang menjadikan kita menang,” jelasnya. Namun meski berhasil meraih Adipura Kencana, ia menyatakan belum puas, sebab potensi warga Surabaya masih bisa ditingkatkan lagi dalam menciptakan kota yang bersih.

Dalam memimpin gerakan kebersihan, ia selalu menekankan kepada para aparatnya agar ‘jangan kalah perang melawan sampah’. Pesan itu tidak hanya diucapkan- nya dalam acara keliling 28 kecamatan, tapi juga dalam pelantikan pejabat baru di ling- kungan Pemda Surabaya, la selalu menya­takan akan mengganti pejabat yang kalah perang melawan sampah. “Bagi yang tidak mampu menyesuaikan dengan garis kebijakan walikota, harus rela mundur,” tegasnya.

Ia tentu saja tidak cuma melecut ma­syarakat. Di tengah lesunya semangat menggairahkan gerakan untuk merebut Adipura Kencana, ia melihat makna strategis di balik keinginan Gubernur Basofi Soedirman menjadikan Kali Mas sebagai pusat kegiatan ASEAN Tourism Forum (ATF). Lewat kampanye singkat, yang diawali dengan penggelontoran Kali Mas, Surabaya berhasil mempertontonkan gairah masyarakat dalam mendukung gerakan bersih-bersih Kali Mas. Hasilnya, Kali Mas yang kotor menjadi lebih bersih.

Selain itu, lewat kunjungan kerjanya di 28 kecamatan, hanya dalam waktu satu setengah bulan, ia berhasil menghimpun dana partisipa si kebersihan masyarakat sekitar Rp. 400 juta. Dana partisipasi ini di antaranya berbentuk sumbangan 48 kontainer, 28 mesin pemotong rumput, 1.055 baliho dan 864 papan slogan. (AS-3)

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: editor Setyo Yuwono Sudikan: Apa &  Siapa Orang Jawa Timur Edisi 1995-1996., Semarang: Citra Almamater 1996. hlm. 160-161  (CB-D13/1996-…)

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Pejabat Negara, Surabaya, Th. 1999, Tokoh dan tag , , , , , , , , , , , , , , . Tandai permalink.

Satu Balasan ke Sunarto Sumoprawiro

  1. johanesjonaz berkata:

    dan korupsi pun semakin wajar…

Tinggalkan komentar