Upacara Tugel Kuncung


Bagi masyarakat tengger upacara Tugel Kuncung berlaku bagi anak laki-laki yang umurnya kurang dari 15 tahun. Menurut sejarahnya, merupakan satu dari sekian banyak warisan adat yang ditinggalkan oleh Sang Sidharta Gautama.

Sebab waktu Sang Sidharta meninggalkan istana untuk turun ke bawah, salah satu perbuatannya, ialah memotong rambutnya. Peristiwa ini akhir­nya dileluri oleh semua pemeluk agama Buddha Tengger, yang sama pen­tingnya dengan upacara baptis bagi pemeluk agama Nasrani.

Anak yang akan dipotong kuncungnya didudukkan di atas kursi yang dikemuli kain kuning, di dampingi oleh kedua orang tuanya yang memegang lilin menyala. Kemudian seorang petugas yang harus melaku­kan upacara, kebanyakan seorang pemuka dari agama itu sendiri, menyu­ruh si anak yang akan dipotong rambutnya membaca mantra-mantra yang biasa berlaku bagi upacara itu.

Selesai bermantra, ganti Pak Dukun (?) membaca mantra dengan memegang sebuah gelas berisi air bunga. Selesai dimantrai, air bunga diberikan kepada si anak untuk diminumnya. Sesudah itu, baru pemotongan kuncung dilakukan dengan memakai gun­ting berturut-turut sampai tiga kali. Seterusnya pihak keluarga melanjut­kan memotong sampai kuncung habis.

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Reog  di Jawa Timur. Jakarta: Upacara Kasada dan Beberapa Adat Istiadat Masyarakat Tengger, Proyek Sasana Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 1978-1979. hlm. 29

 

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Pasuruan, Probolinggo, Seni Budaya, Th. 1978 dan tag , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar