Candi Tikus


Lokasi candi Tikus terletak di dukuh Dinuk desa Temon, kira-kira 1 km, perjalanan ke arah timur dari candi Bajangratu. Nama candi Tikus bukanlah nama asli dari candi tersebut. Nama itu diberikan oleh penduduk berhu­bung pada waktu diketemukan dan mulai diadakan penggalian pada tahun 1914 terdapat banyak tikus­nya. Dan sejak itulah candi ini dikenal dengan nama candi Tikus.

Sampai tahun 1914 seluruh bangunan candi ter­tutup oleh tanah. Penggalian sebagai usaha untuk me­nampakkan candi dilaksanakan terus dan baru pada tahun 1916 berhasil ditampakkan secara keseluruhan. Candi Tikus merupakan sebuah candi pemandian dan bangunannya berbentuk kolam segi empat de­ngan ukuran panjang 16 meter. Bagian depannya ter­letak di sebelah utara ditandai dengan adanya undak turun masuk ke kolam.

Berhadapan dengan undak turun tadi kita dapati se­buah teras yang menjorok ke depan (utara) dari bagi­an tengah tembok dinding belakang (selatan). Di atas teras ini terdapat delapan buah candi menara, masing-masing empat terletak di sudut dan empat lagi terletak di tengah, mengelilingi teras kedua yang terletak di atas teras pertama. Diatas teras kedua ini juga ber­diri 8 buah candi menara seperti di teras pertama dan sebuah terletak di tengah yang bentuknya sedikit le­bih besar dan lebih tinggi dari pada yang lain.

Secara keseluruhan teras beserta candi menara itu seperti menggambarkan puncak gunung Mahameru yang dikelilingi oleh 8 puncak anak bukitnya. Atau lengkapnya dikelilingi oleh 16 anak bukit termasuk delapan di bawahnya. Air pemandian ini keluar dari sejumlah pancuran yang dibuat dari batu andesit berbentuk makara dan bunga teratai yang masih kuncup.

Pancuran-pancuran itu terletak pada dinding kolam sisi barat, timur, selatan dan juga pada dinding teras sisi depan, samping kanan dan samping kiri. Letaknya kira-kira setinggi 1,20 meter dari dasar kolam.

Air dialirkan melalui sistem saluran di dalam tem­bok. Dari mana asal atau sumber air ini masuk ke da­lam bangunan masih sulit dipastikan, karena sebagian besar tembok belakang sudah rusak/hilang. Melalui pengamatan dari sistem saluran yang nampak, ke­mungkinan air masuk melalui dinding tembok bela­kang dan mengalir melalui saluran menuju ke kaki candi menara di tengah-tengah teras. Di pusat teras inilah terletak pusat pengaturan sistem jaringan sa­luran air secara keseluruhan. Di bawah menara pu­sat ini, terdapat saluran berkembang menuju ke pancuran-pancuran pada dinding teras. Kemudian saluran menjadi satu menuju ke dinding belakang dan letaknya tepat beberapa lapis batu sejajar di bawah saluran masuk. Sampai pada dinding belakang saluran pecah membelok kekanan dan ke kiri me­nuju ke pancuran-pancuran yang berada pada sisi-sisi selatan, barat, timur, dan utara pada ketinggian yang sama.

Di sebelah kanan dan kiri tangga turun ke kolam kita dapati dua petak kolam khusus yang masing-masing dilengkapi dengan tiga buah pancuran.

Di sudut kanan bawah tangga turun kita dapati lobang saluran pembuangan menuju ke utara. Mem­perhatikan ketinggian letak lobang saluran pembu­angan dengan permukaan lantai dasar kolam, maka dapat dipastikan bahwa air pada kolam candi Tikus selamanya tidak pernah menggenang tinggi, paling hanya setinggi mata kaki.

Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa ba­ngunan teras di tengah kolam yang mendukung se­jumlah candi menara dengan menara pusat merupa­kan puncak yang tertinggi itu menggambarkan replika gunung Mahamera. Dan menurut kepercaya­an Hindu, gunung Mahameru itu dipandang sebagai tempat sumber “Amrta” atau air penghidupan. Oleh karena itu, dalam kaitan ini, maka candi Tikus merupakan pemandian suci. Air yang keluar dari pan­curan candi Tikus merupakan air yang suci.

Candi Tikus seluruhnya dibuat dari batu bata, ke­cuali pancurannya yang berbentuk makara dan kun­cup bunga teratai dari batu andesit. Makara dan pan­curan bentuk kuncup bunga dikeijakan secara halus dan indah. Ini menunjukkan bahwa kedua benda tadi merupakan hasil karya seni pada zaman keemasan Majapahit atau pada abad XIV.

Sedang batu bata yang dipergunakan pada bangunan candi Tikus terlihat ada dua jenis. Sebagian besar me­rupakan jenis yang berkualitas tinggi dengan ukuran besar dan sebagian kecil terdiri dari batu bata yang mutunya lebih rendah dan ukurannya lebih kecil. Kenyataan ini membawa pada perkiraan bahwa can­di Tikus itu mungkin dibangun pada abad XIV kemu­dian pada masa selanjutnya pernah mengalami perba­ikan. Candi pemandian serupa dengan candi Tikus be­lum lama ini (1982) diketemukan di desa Kepung da­erah Pare dalam kedalaman 8 meter dibawah permu­kaan tanah. Bangunannya juga dibuat dari batu bata kecuali pancurannya dari batu andesit.

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Tjokro Soedjono, Trowulan Bekas Ibukota Majapahit [Booklet]. Jakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987/1988.

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Mojokerto, Th. 1987, Wisata, Wisata Sejarah dan tag , , , , , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar