Ah, Sayang: Candi-candi Sidoarjo


-April-Mei 2004-
Keseriusan Dinas Pariwisata (Disparta) Kabupaten Sidoarjo menggarap aset-aset wisata cagar budaya berupa candi, masih layak dipertanyakan. Hal itu setidaknya terkait dengan dipindahkannya Museum Negeri Propinsi Jatim (MNPJ) Mpu Tantular dari Surabaya ke Jenggolo, Sidoarjo. Mantan Kepala Disparta setempat, Drs Achmad Sholeh MM, dalam percakapan dengan Jatim News, tidak menampik adanya anggapan minir ihwal  tersebut.  Apa pasal? Menurut Sholeh yang kini menjabat Kepala Dinas Perhubungan Pemkab Sidoarjo, selama ini pihaknya (saat menjabat Kepala Disparta, -Red.) belum memperoleh dukungan maksimal dari instansi lain. “Kami di pariwisata (Disparta) sudah mengajak instansi lain untuk mengembangkan minat kunjungan masyarakat ke wisata sejarah, tapi sampai sekarang kelihatannya belum ada respon. Ya, akhirnya kami jalan sendiri,” jelasnya.

Faktor lain, lanjutnya, minimnya anggaran daerah berkaitan dengan pengembangan dan konservasi eagar budaya dalam lingkup instansinya. Padahal, asetwisata cagar budaya berupa candi cukup banyak di Sidoarjo. Sebut saja di antaranya Candi Pari (disebut juga Candi Lanang) dan Candi Sumur. Sebagai salah satu outlet yang bisa dijadikan tujuan wisata, kondisi dua eandi di Desa Candipari, Porong, sekitar 10 km arah selatan pusat Kota Sidoarjo itu tak terawat. Candi Hindu itu berlumut dan ditumbuhi rumput liar di bagian atasnya.
Candi yang diduga dibuat tahun 1293 Saka (1371 M)  pada masa pemerintahan Hayam Wuruk itu, sempat direhabilitasi sejak tahun 1995-1999. Namun dari segi konservasi masih sangat minim. Praktis, pihak Disparta Sidoarjo terkesan malu-malu mempromosikan asset wisata peninggalan zaman Majapahit itu. Padahal, ditilik dari nilai jual sejarah (bahkan religi), cukup layak. Buktinya, candi mahkotanya berbentuk trapesium itu masih dipakai kegiatan ibadat umat Hindu pada waktu-waktu tertentu.

Selain Candi Pari dan Candi Sumur, masih banyak aset cagar budaya candi yang dimiliki Sidoarjo. Rincinya, Candi Darmo di Desa Candi Ngoro, Wonoayu; Candi Tawang Alun di Desa  Bucitan, Sedati; Candi Klagen di Desa Tropodo, Krian; Candi Pamotan di Desa Pamotan, Porong; dan Candi Medalem (Sumur Kuno) di Desa Medalem, Tulangan. Sayang, potensi layak jual dari perspektif pariwisata itu masih di pandang sebelah mata. dias

Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Jatim News, Tabloid Wisata Plus, Edisi 33, 23  April – 7  Mei 2004, Tahun II

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Wisata, Wisata Sejarah dan tag , , , , . Tandai permalink.

3 Balasan ke Ah, Sayang: Candi-candi Sidoarjo

  1. susu kambing berkata:

    Terima kasih gan tuk informasinya yang bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang kekayaan negeri kita.
    Salam kenal dan salam silaturahim, semoga sukses.

  2. Gede Puja Astika berkata:

    Saya sempat bersembahyang di Candi Pari, Candi Sumur, dan Candi Tawangalun…tempatnya memang bagus….bersembahyang untuk memohon padaNya semoga Candi2 di Sidoarjo bisa semakin terawat, dapat diruwat oleh pihak berwenang agar semua Candi di wilayah Sidoarjo aura positifnya dapat kembali membaik dan dapat digunakan secara maksimal untuk tempat bersembahyang sekaligus tempat wisata…

Tinggalkan komentar