Thalib Prasojo


Thalib PrasojoM. Thalib Prasojo lahir di Bojonegoro, 17 Juni 1931. Pendidikan terakhir Akademi Seni Rupa. Pernikahannya dengan Rr. Sri Sumiyatun membuahkan 4 orang anak, masing masing Nunik Sri Rahayu (guru Sekolah Menengah Seni Rupa Surabaya), Basuki (war- tawan tabloid Jawa Anyar, Ninil Kurniawati (wiraswasta), dan Teguh (sarjana teknik alumni ITS).
Sebagai pelukis sketsa ia telah memamerkan karya karyanya di beberapa kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Bandung, dan kota-kota lainnya. Aktif dalam organisasi kesenian, di antaranya pernah memegang jabatan sebagai Ketua Biro Seni Rupa Dewan Kesenian Surabaya(DKS), kini menjabat Ketua Penelitian dan Pengemban- gan (Litbang) Dewan Kesenian Surabaya.
Kariernya diawali dengan pengabdiannya sebagai guru Sekolah Dasar, menulis mengenai spiritual, dan intens dalam kegiatan seni rupa. la pernah memperoleh penghargaan dari Korem 084 Surabaya dan AkabriLaut dalam pembuatan patung monumen.
Pelukis ini bertempat tinggal di Jalan Gresik No. 254 Surabaya.
Sesuai dengan nama yang disandang, pelukis ini memiliki semboyan hidup sedarhana. Bertolak dari nama itu pulalah ia waktu kecil memiliki obsesi hendak meniti karier menjadi dalang atau menjadi pelukis. Ternyata pilihannya jatuh pada profesi yang kedua, yaitu pelukis.
Atas dasar wangsit yang pernah ia terima waktu duduk di Sekolah Menengah Lanjutan Pertama (SMP) bahwa profesi pelukis, akan membuahkan hasil untuk kemuliaan anak-anaknya. “Kadang-kadang sesuatu yang tak terlihat mata, bisa tam- pak,” tuturnya.
Dalam setiap kesempatan ia selalu membawa kertas gambar ukuran folio dan pulpen ditangannya. Objek-objek yang berupa kegiatan manusia, flora, dan fauna dipindahkan ke dalam kertasnya. Tidak mengherankan bila ia memiliki beribu-ribu koleksi lukisan sketsa.
Sebagai pelukis Sketsa ia bukanlah tukang gambar. Karya-karyanya memiliki nuansa khas yang menyentuh batin penik- matannya. Kekuatannya terletak pada garis-garis yang diberi muatan simbolik. Raut muka seseorang yang dilukis setelah dipindahkan ke dalam kertas, berubah menjadi simpul-simpul kepribadian ma­nusia. Itulah sebabnya, pelukis yang memi­liki tokoh idolah Sunan Kalijaga ini, ingin mengawinkan falsafah-falsafah dengan objek yang dilukis.
“Saya menghadapi hidup ini bagai air mengalir. Tak ada sesuatu yang saya pan- dang istimewa, toh hidup kita ini diatur oleh Yang Mahakuasa,” akunya. (AS-10)

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Bojonegoro, Seniman, Th. 1996, Tokoh dan tag , , , , , , , , , , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar