Riwayat Hidup Mbah Jabbar, Kabupaten Tuban


Abdurrahim Izuddin dalam buku Mbah Jabbar: Leluhur dan Dzuriyyahnya (2009) menyatakan bahwa Mbah Jabbar atau Syekh Abdul Jabbar nama aslinya adalah Pangeran Kusumoyudo. Beliau seorang yang berdarah bangsawan, khususnya dari raja-raja Jawa, seperti: Raja Brawijaya (Raja Majapahit), Raden Patah (Raja Demak Bintoro I), Sultan Trenggono (Raja Demak Bintoro II), Sultan Hadiwijoyo/Joko Tingkir (Raja Kerajaan Pajang I), dan Pangeran Benowo (Raja Kerajaan Pajang III). Dilihat dari nasab (keturunan), baik dari jalur kakek maupun nenek, keduanya masih keturunan raja Brawijaya V yakni Adipati Joyodiningrat. Oleh karenanya beliau disebut “Pangeran”.

Manuskrip Gresik mencatat, Sultan Hadiwijoyo (Joko Tingkir) mempunyai dua orang putera yang sama-sama diberi nama Pangeran Benowo. Akan tetapi Pangeran Benowo I lebih dikenal dengan nama Pangeran Selarong. Sedangkan Pangeran Benowo II dikenal luas dengan nama Pangeran Benowo.Pangeran Benowo I bukanlah anak kandung. Dia adalah anak angkat Sultan Hadiwijoyo dengan nama asli Sutowijoyo atau Senopati. Dialah yang kelak menjadi raja Mataram pertama. Nama Selarong sendiri adalah gelar yang diberikan Sultan Hadiwijoyo kepadanya.

 Dari Pangeran Benowo II inilah Mbah Jabbar lahir. Beliau mempunyai empat orang saudara, satu puteri dan empat putera. Anak pertama perempuan bernama Ratu Emas/Mas, anak ke-2 Pangeran Pringgodani yang berjuluk Kyai Pengging, yang ke-3 Pangeran Pringgokusumo berjuluk Kyai Mojo, anak ke-4 Pangeran DadungKusumo, sedangkan anak terakhir bernama Pangeran Sumoyudo alias Mbah Jabbar.

Syekh Abdul Jabbar adalah keturunan Pangeran Benowo. Tempat dan tanggal kelahirannya tidak diketahui secara pasti, karena tidak adanya bukti “autentik” yang tercatat dalam manuskrip maupun buku-buku sejarah Jawa. Akan tetapi dilihat dari masa kehidupan leluhurnya (Pangeran Benowo), dapat diperkirakan ia lahir di Pajang (wilayah Surakarta). Hal ini diperkuat dengan adanya folklore lisan (cerita rakyat) yang beredar dikalangan masyarakat Jojogan dan sekitarnya, bahwa sampainya Syekh Abdul Jabbar di Jojogan karena “pelarian” dari Pajang akibat kalah perang dengan penjajah Belanda.

Jika benar Syekh Abdul Jabbar “lari” dari Pajang maka dapat diperkirakan saat itu tahun 1628 atau 1629. Ini didasarkan pada tahun penyerangan Mataram ke Batavia, pusat VOC. Apalagi menurut Agus Sunyoto, peneliti dan penulis sejarah, Kerajaan Mataram pernah mempunyai seorang utusan yang bernama Pangeran Sumoyudo. Hal ini diperkuat dengan adanya informasi bahwa beliau hidup sezaman atau lebih muda sedikit dengan Mbah Sambu (Lasem), sedangkan Mbah Sambu hidup sezaman dengan bupati Lasem ke-14, Adipati Tejo Kusumo I yakni sekitar tahun 1585-1632.

Selain dikenal sebagai waliullah, juga panglima perang dan musuh besar Kompeni Belanda. Ibarat duri beliau adalah ‘duri dalam daging’ bagi Pemerintah Belanda, sehingga pada suatu saat terjadilah pertempuran yang sangat sengit antara keduanya. Akan tetapi beliau mengalami kekalahan kemudian “lari” dari Pajang menuju daerah Nglirip, Jojogan, Tuban. Di tempat ini beliau tinggal di rumah seorang tokoh dan ahli ilmu kanuragan bernama Mbah Sarkowi atau lebih dikenal dengan Mbah Ganyong. Dari sinilah babak baru kehidupan Syekh Abdul Jabbar dimulai.

Syekh Abdul Jabbar menjadikan Jojogan sebagai pusat aktifitasnya. Salah satu tempat tersebut bernama Kedung Banteng. Menurut cerita lisan yang berkembang di masyarakat Jojogan, Kedung Banteng adalah gudang persenjataan (pusaka) dan tem­pat penyimpanan barang-barang kerajaan. Tempat ini terletak di dalam hutan di pinggir kali/kedung, sebelah utara air Sumber Krawak. Konon tempat ini juga digunakan sebagai pertapaan dan markas agresi Syekh Abdul Jabbar melawan Kompeni Belanda. Tempat ini menjadi bukti sejarah bahwa Syekh Abdul Jabbar benar-benar seorang musuh besar dan buronan Kompeni. Suatu saat, untuk mengelabuhi kompeni beliau mengganti namanya menjadi Purboyo. Jadi, selain dikenal dengan nama Kusumoyudo dan Abdul Jabbar, di tempat ini beliau juga dikenal dengan Pangeran Purboyo.

Beliau meninggal dan dimakamkan di bukit Nglirip, Jojogan. Makamnya diapit oleh kedua makam Isterinya. Diceritakan, sesaat setelah meninggal bau wangi menyeruak dari jasadnya, bau itu begitu harum hingga mengherankan bagi penduduk sekitar. Bahkan yang lebih ajaib lagi wangi itu tercium sampai luar Desa Jojogan, yakni daerah Senori, Tanggir, dan sekitarnya.

Kisah berikut ini sudah masyhur di kalangan masyarakat Jojogan dan sekitarnya. Konon, Mbah Jabbar adalah murid dari Mbah Ganyong. Pada suatu hari muridnya ini meninggal dunia dan jasadnya berbau harum semerbak, lalu gurunya yang bernama Mbah Ganyong ini entah karena kebanggaannya atau kesombongan, mengatakan pada murid-murid yang lain serta penduduk di se­kitarnya, “Itu baru murid saya saja bisa harum semerbak seperti itu, apalagi kalau saya gurunya yang mati, mesti akan lebih harum lagi,” kata Mbah Ganyong. Rentang satu minggu kemudian, Mbah Ganyong ini meninggal dunia, dan anehnya jasadnya berbau amis menyengat dan membusuk.

Maka oleh murid-muridnya dan penduduk sekitar jasad Mbah Ganyong dilempari batu, hingga lemparan batu itu menumpuk menutupi seluruh jasad Mbah Ganyong. Sehingga sekaligus membentuk punden tumpukkan batu sebagai makam Mbah Ganyong. Menyikapi cerita ini, para kyai di sekitar situ memilih untuk ber-husnudhon. Menurut mereka cerita ini hanyalah contoh bahwa ketakaburan itu jelek yang tidak patut dilakukan oleh seorang muslim. Sedangkan Mbah Ganyong tetaplah seorang waliullah.

Haul Syekh Abdul Jabbar pertama kali diadakan pada tahun 1964. Orang pertama yang memprakarsainya adalah Mbah Sholeh (Ngerong, Rengel), Mbah Zaini (Mruwut, Bojonegoro), dan Mbah Munthoha (Padangan, Bojonegoro). Acara ini diselenggarakan setiap tahun, setiap tanggal 17 Muharram. Jika bertepatan dengan hari Jum’at, maka pelaksanaannya diundur hari berikutnya (Sabtu tanggal 18).

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: TUBAN BUMI WALI; The spirit of harmoni. Tuban: Pemerintah Daerah Kabupaten Tuban, 2013, hlm. 195-200

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Sejarah, Tokoh, Tokoh Sejarah, Tuban dan tag , , , , , , . Tandai permalink.

17 Balasan ke Riwayat Hidup Mbah Jabbar, Kabupaten Tuban

  1. ernasary berkata:

    … …….. dijamin….!

  2. Udin js berkata:
    Saya ndak tau katanya dari paman2 saya juga dari ibu saya dan kakek2 saya yg asli dari singgahan lajo lor mengatakan masih keturunan dari Mbah Abdul jabar nglirip

    Saya Nasyirudin putra ibu saya Zuchrufah putrinya Mbah Haji Ali bin Abdullah
    Saya tinggal di Blora jateng kec Tunjungan Ds: Tutup/Sukorame Dan Mbah Kyai H Ali Yg dulunya Syuriyah NU pertama Di Blora beliu wafat Th 1973 dan Makamnya di Sukorame dan Bpknya Kyai Abdullah makamnya Di Singgahan Ds Lajo lor,, cuman saya ndak punya bukti tertulis itu aja juga dpt keterangan dari KH Maemun Zubair Sarang krn Mbah Maemun Zubair pernah Mengaji Thoreqoh sama mertua mbah Kyai H Ali yg bernama Kyai Ma’ruf…dan sekarang cuma ada satu tokoh di blora yg masih keturunan mbah Abdul Jabar ,, dia KH Moh Wahib pengasuh Ponpes Safinatun najah di Blora yg mengasuh santri sekitar 400 santrinan

    Trima kasih dari saya Nasyirudin Blora kec Tunjungan Ds. Tutup

  3. Sekedar koreksi bos bahwa
    Mruwut itu daerah rengel bukan bojonegoro jadi mbah zaini itu asli mruwut gitu

  4. Sutikno Sakib berkata:

    Benarkah 2 (dua) makam disamping kanan dan kiri makam Mbah Jabbar adalah makam istri-istri Mbah Jabbar? Mohon penjelasan secara rinci dari sumber yang dapat dipercaya. Matur Suwun.

  5. Wawan berkata:

    Mbah saya mau minta gimana caranya menguasai ilmu sedulur 4 kalimo pancer
    ini email saya mbah. Crejosari@ymail.com

  6. Ali mahfudz S.Ag.S.sos.i berkata:

    aku dulu sering riyadloh di makam mbah jabbar ngilirip sewering ketemu hal yang aneh2 swaktu masih mondok daerah gomang- laju lor-singgahan bahkan pernah melihat sosok wanita cantik di bawah air terjun ngelirip.

  7. Ali mahfudz S.Ag.S.sos.i berkata:

    aku juga pernah ditemui orang tua dia ngaku mbah jabbar ngasih doa ama aku, tangannya bisa bersinar gak tau itu jin opo apa walohu A,lam,waktu itu belum ada listrik,tiap malam jum,at sewering kesana enaknya sering ada orang bawa ayam panggang di mushola makam mbah jabbar

  8. Ali mahfudz S.Ag.S.sos.i berkata:

    bahkan pernah kumkum di air terjun sebelah selatan makam mbah jabbar kebawah waktu jam 12 malam dinginya MasyaAlloh

  9. boedi berkata:

    cerita rakyat….
    bukan untuk pembenar sebuah sejarah

  10. matur nuwun bisa dijadikan referensi ku

  11. rose berkata:

    Mbah jabar itu penyebar agama islam di tuban ,dan tiap tahun selalu di banjiri pengunjung

  12. M.GHUFRON berkata:
    saya dari ngawi, pernah ke makam mbah jabbar dan saya pernah sowan ke cucu mbah Munthoha(pelopor chaul pertama) padangan yg ada di pethak bojonegoro yaitu mbah maimun basyir pengasuh pondok albasyiriyyah dan mbah yahya (panitia chaul mbah jabbar yg sekarang) dengan tujuan menelusuri mbah saya yg bernama kh abdul aziz yg di ngawi yg menurut cerita ada hubungan keluarga dg mbah munthoha padangan(yg melopori chaul pertama kali),soalnya mbah kh abdul aziz menurut cerita sesepuh saya dari tuban ataupun bojonegoro,kami berharap dapat menemukan saudara2nya mbah kh abdul aziz yg sekarang makamnya di ds dadapan kec kendal kab ngawi tepatnya lereng gunung lawu,tims …..
  13. Sapto Margono Suwito berkata:

    apakah Beliau ini masih ada risalah dengan Abdul Jabbar di Cirebon, atau digarut, atau dengan R, Syarif Hidayatullah makasih infonya..

Tinggalkan komentar