Sikap Untung Surapati


SIKAP HIDUP, TINDAKAN DAN PERJUANGAN UNTUNG SURAPATI

HUBUNGAN UNTUNG DENGAN SUZANE

Untung sebagai seorang anak yang masih berumur + 7 tahun sudah tidak mempunyai orang tua lagi. Ia bekerja sebagai seorang budak di rumah seorang Belanda yang bernama Edeller Moor. Sebagai seorang budak tentu harkat dan martabatnya sebagai manusia sangatlah rendah. Namun, karena Untung mempunyai roman muka yang baik dan sifat yang baik pula, maka ia diambil sebagai anak angkat oleh keluarga Moor. Tugasnya sehari – hari hanya menemani dan menjaga anaknya yang bernama Suzane, yang berumur sebaya dengan dia. Sebenarnya Edeller Moor mengambil Untung adalah untuk menemani Suzane di rumah, karena ia sering ditinggal pergi berbulan-bulan lamanya untuk menjalankan tugas sebagai pegawai Kompeni.

Untung agak sulit menyesuaikan dirinya dengan lingkungan kehidupan keluarga Moor, apalagi kehidupan di Batavia sebagai kota besar sangat dirasakan asing baginya. Meskipun Untung mendapakan perhatian yang baik dari keluarga Moor, akan tetapi dia selalu menaruh curiga terhadap orang–orang yang belum dikenalnya, karena dia masih teringat bagaimana sikap orang-orang Belanda terhadap budak-budak pada waktu itu”. Juga tentang perlakuan yang di alami sebelum ia berada di lingkungan Moor.

Sementara itu kedudukan sosial Edeller Moor semakin meningkat, sehingga kesibukannya pun semakin meningkat pula. Karenanya ia banyak menggunakan tenaga Untung untuk membantunya. Ia sering disuruh untuk mengambil dan mengirim barang dagangan ke pelabuhan ataupun ke pasar dan langganannya di kota. Dalam hal ini Untung selalu menunjukkan kejujuran. Berkat kecerdasan dan kecekatannya, maka ia tidak mudah terkecoh oleh para pedagang Cina yang berusaha memperdayakannya. Tentu keadaan ini menyenangkan Moor sehingga ia sangat puas dengan hasil kerja Untung.

Pada saat Untung berada di luar rumah untuk membantu usaha Moor, ia melihat bagaimana para budak di Batavia di perlakukan oleh tuannya. Sering ia melihat tindakan-tindakan yang kejam dari orang-orang Belanda terhadap budak- budaknya.

Walaupun ia di perlakukan dengan baik oleh tuannya dan seolah–olah di perlakukan sebagai orang Belanda, namun dengan melihat perlakuan tidakn adil terhadap bangsanya, ia justru menginsyafi akan harga dirinya. Untung sering memikirkan nasib budak-budak di Batavia. Bagaimanapun keadaannya, ia merasa sama martabatnya dengan budak-budak lainnya.

Telah disinggung di atas, bahwa Edeller Moor mempunyai seorang anak gadis bernama Suzane. Ibunya telah lama meninggal dunia pada saat ia masih berumur 2 bulan. Untuk menjaga Suzane yang masih kecil itu, Moor memper – cayakan kepada Ni Temi dengan I Pugug. Mereka berdua sebagai suami istri sangat sayang kepada Suzane, seolah-olah anak kandungnya sendiri. Memang secara kebetulan pasangan suami istri tersebut tidak mempunyai anak. Dengan adanya Untung di dalam keluarga Moor, maka pekerjaan menjaga Suzane diserahkan kepadanya. Karena usianya sebaya, maka keduanya selalu bermain bersama. Layaknya seperti kakak beradik walaupun Untung selalu tahu diri.Pada saat keduanya telah sama – sama dewasa, ternyata Suzane jatuh hati. Walaupun Untung bukan sebangsa dengan dia, tetapi karena roman muka dan budi pekertinya yang luhur, benar – benar Suzane jatuh cinta padanya. Gayungpun bersambut, keduanya saling jatuh cinta, mereka bersepakat untuk menikah di hadapan kyai Embun. Keduanya disahkan sebagai suami istri.

Kyai Embun Ini, adalah seorang kyai yang dikenal Untung pada saat ia berada di luar rumah Moor untuk urusan perdagangan. Pada saat ia disuruh mengantarkan barang-barang dagangan ke kota itulah ia berkenalan dengan Kyai Embun. Perkenalannya menjadi semakin akrab karena Kyai ini sangat mengagumi pribadi dan kejujurannya. Sebaliknya Untung mengagumi Kyai Embun karena nasehat-nasehatnya yang dirasakan menyejukkan hati, dapat dijadikan tempat bergantung dan tempat mengadu. Itulah sebabnya antara keduanya semakin hari semakin akrab.

Kyai Embun tidak menaruh keberatan untuk mengesahkan perkawinan antara Untung dan Suzane, karena keduanya telah saling jatuh cinta walaupun ia tahu hal itu mengandung risiko yang tidak ringan. Risiko yang tidak ringan tadi adalah karena Untung tetap berdiri kokoh pada kepribadiannya, ia tetap orang Indonesia walaupun ia harus kawin dengan seorang Belanda.

Dugaannya ternyata benar, sebab pada saat Moor mengetahui bahwa anaknya telah kawin dengan Untung, bukan main marahnya. Pada waktu itu memang tidak boleh dan tidak akan terjadi perkawinan antara dua bangsa yang berbeda, apalagi seorang anak budak belian Indonesia. Untuk memisahkan keduanya, oleh Moor Untung dimasukkan dalam pejara dan Suzane dititipkan pada kenalannya di negeri Belanda, keduanya sekarang hidup berpisah Kembali Untung merasa, perlakuan yang semena-mena dari orang-orang Belanda terhadap orang-orang Indonesia. Perlakuan yang dirasakannya sungguh tidak adil dan tidak manusiawi.

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur:Tim Pembudayaan Sejarah UNTUNG SUROPATI, Untung Suropati dan Semangat Juangnya, Kabupaten Pasuruan, Pasuruan, 1988,

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Pasuruan, Sejarah, Th. 1988, Tokoh dan tag , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar