Sejarah Pendidikan Pondok Pesantren di Jawa Timur


Pesantren Sejarah pendidikan Jawa timur

Pendidikan di Pesantren bermula jauh sebelum kedatangan agama Islam di Jawa Timur.  Menurut Kern (Elettariashurbs, better according to Heyne: aschasrna foettcns megalocheilos, etc; canto 78 – 7). Kawikuan merupakan prototip dari pondok yang kemudian bernama pesantren. Pendirian pesantren dimulai darFpengakuan suatu masyarakat tertentu pada keunggulan se- orang yang memiliki ilmu. Karena banyak orang yang ingin mem- peroleh dan mempelajari ilmu, maka mereka berdatangan kepada tokoh tersebut untuk menimba pengetahuan. Keunggulan tokoh itu terutama ditekankan pada ketaqwaan kepada Vang Maha Tinggi, ajaran atau agama yang dianutnya. dan kepada kesalehan serta tingkah lakunya sehari-hari.

Syekh Malik Ibrahim (1419) sebagai pendiri pesantren di Jawa. Syekh Magribi merupakan pencipta pesantren yang per- tama di Gresik (Jawa Timur), Sunan Bonang di Tuban. Sunan Ampel di Surabaya, dan Sunan Giri di Sidomukti (Giri. keda- ton). Pesantren-pesantren ini tidak hanya didatangi dari Jawa saja. tetapi juga dari Madura. Lombok. Sulawesi.

Setelah Islam datang dan berkembang, sistem pesantren terns berlangsung hingga kini. Ciri-cirinya khas seperti sistem pendidikan padepokan yang terdapat pada masyarakat Hindu Jawa. Dapat dimengerti bahwa sebenarnyalah sistem pesantren dapat bertahan selama belasan abad karena sudah melembaga dalam masyarakat. Ketahanan sistem ini antara lain terletak pada daya tarik pribadi dari suatu tokoh central yangselain memiliki pengetahuan agama yang mendalam, juga mempunyai sifat- sifat yang mulia. Bahkan kerap kali dikeramatkan oleh masya­rakat. Kyai sebagai pendiri suatu pesantren pada umumnya me- wariskan pengetahuan spiritual, ketrampilan maupun harta du- niawi kepada anak keturunannya yang bakal melanjutkan kelang- sungan pesantrennya. Kyai dan pengasuh pesantren yang pada umumnya berasal dari keluarga berada, pada umumnya tidak memerlukan imbalan materiil.

Para santri berdatangan dari daerah- daerah seberang dengan membawa bekal dan kebutuhannya sendiri. Dahulu perbekalan dibawa dalam bentuk in natura. Apa- bila studinya berlangsung lama, mereka membantu menggarap sawah atau kebun milik sang Kyai atau tanah wakaf yang disum- bangkan oleh masyarakat. Para santri bertempat tinggal di pondok- pondok milik pesantren atau di rumah-rumah penduduk.

Materi yang diajarkan selain kitab-kitab A1 Qur’an dan Hadis, juga tentang Fiqih (hukum) dan Tassawuf (mistik). Untuk me- nguasai bahan tersebut diajarkan pula bahasa Arab dari semua segi termasuk gramatika (tata bahasa), morfologi, phonetika, dan sintaksis.

Jika suatu pesantren telah berkembang maka dapat pula didirikan pesantren-pesantren baru di bawah lingkungan penga- ruhnya. Pesantren lama dianggap sebagai pesantren induk. Pe­santren-pesantren yang ternama dan bersejarah antara lain ialah Pesantren Termas (Pacitan), Tebuireng (Jombang), dan Lirboyo (Kediri). Dari pesantren-pesantren bersejarah tersebut tumbuh pesantren-pesantren baru yang tersebar di seluruh pelosok Pulau Jawa. Pesantren Tegalsari (Ponorogo) memiliki santri tidak kurang dari 252.

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur:  Pendidikan Tradisional Pengaruh Agama Islam dalam, Sejarah pendidikan Jawa timur, Departemen pendidikan dan kebudayaan,  direktorat sejarah dan nilai tradisional, proyek inventarisasi dan dokumentasi kebudayaan daerah 1985-1986, Surabaya, 1986.hlm. 66 – 67

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Sejarah, Th. 1986 dan tag , , , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar