Sebuah Rumah untuk Kenong


Mari kita mulai tulisan ini dengan sebuah kutipan dari esai Goenawan Mohamad yang dipublikasikan 10 Agustus 1985.

Sebuah pameran mempertontonkan diri ke khalayak…Orang banyak, orang ramai itu, harus dibujuk, dicolek, diseru.’

Itulah makna sebuah pameran, mengingatkan banyak orang tentang sesuatu, yang bahkan tak kita sadari. Dengan kata lain, pameran adalah sebuah rumah bagi sesuatu yang bisa terlupakan atau tak diperhatikan.

Dan, di Jember, pameran ‘Benda Cagar Budaya Jember dan Koleksi Museum Mpu Tantular’, 22-24 Juli 2011, di Kantor Pemerintah Kabupaten, menemukan konteksnya yang tepat.

Koleksi benda-benda cagar budaya yang terdata di Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Jember mencapai 466 buah.

Sebagian disimpan di salah satu ruangan di kantor Dinas Pendidikan Jember. Sekitar 30 buah di antaranya dipamerkan Juli silam.

Belum ada survei memang soal ini. Namun di tengah ketidaktertarikan publik terh­adap sejarah, layaklah kita skeptis: akankah publik mengetahui apakah itu batu kenong, jika pameran tersebut tak digelar.

Kita layak ragu, bahwa publik akan tahu, batu kenong memiliki andil penting dalam menjejaki dalam sejarah kota ini, jika sep­erti kata Goenawan, tak dibujuk, dicolek, diseru, dengan sebuah tontonan.

Batu kenong merupakan salah satu jenis batu cagar budaya yang dipamerkan. Batu ini menjadi koleksi terbanyak yang dimiliki Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Kementerian Budaya dan Pariwisata di Jember. Ada 280 batu kenong yang berhasil diinventarisasi di Desa Kamal Kecamatan Arjasa. Batu kenong adalah batu persembahan untuk orang yang su­dah meninggal dan masuk dalam kategori batu prasejarah.

Sejak lama, sudah ada keinginan untuk memberikan rumah sesungguhnya bagi bebatuan dan benda bersejarah itu: muse­um. Ini sebuah rumah permanen, dan bu­kan hanya sekadar pameran. Kepala Kantor Pariwisata Arief Tjahjono membenarkan, jika Jember sudah layak memiliki museum. “Minimal galeri. Ini agar benda-benda ca­gar budaya ini bisa diakses sebagai bahan belajar bagi mahasiswa dan siswa, untuk lebih mengenal akar budayanya sendiri,” katanya.

Bupati Jember sejak tahun 2009 sudah meminta kepada Kantor Pariwisata untuk mencari lokasi museum. Namun, hingga saat ini pembangunan museum belum terealisasi.”Ini karena skala prioritas, masih banyak’yang belum ditangani. Kalau pri­oritas pembangunan lebih penting sudah tertangani, mudah-mudahan atensi Pak Bupati cukup besar Kami berharap semua pihak mendukung,” katanya. (*)

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: HALO JEMBER edisi 7 tahun 2011, Purbakala 55

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Jember, Th. 2011, Wisata Edukasi dan tag , , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar