Profil Mbah Bungkul : Sifat Kedermawanannya Sawabi Rezeki Melimpah


-23 Maret 2011-

Siapakah sebenarnya Mbah Bungkul? Ada catatan mengisahkan, tempat ini 700 tahun silam sebelum bernama Surabaya dikenal dengan sebutan ‘Pertapaan Mbah Bungkul’. Kanan, jika mengais rezeki di sini, pantang rezeki itu dipergunakan tidak sesuai syariat. Jika dilanggar, berakibat malati (kualat). Konon, Raden Rahmat atau Rahmatullah (kemudian dikenal sebagai Sunan Ampe!) diyakini pernah singgah di tempat ini setelah berbulan-bulan melakukan perjalanan dengan naik perahu dari Trowulan, Majapahit (sekarang Mojokerto, Jatim). Raden Rahmat singgah di tempat ini saat tengah menyusuri Kalimas sebelum menuju ke kawasan Ampel Denta (kawasan Surabaya Utara). Ahli sejarah Belanda, GH Von Faber, dalam bukunya berjudul ‘Oud Soerabaia’ ditulis, Bungkul saat zaman kolonial sengaja tidak dikenalkan jati diri sebenarnya. Entah apa maksudnya, yang jelas dalam buku itu tertulis, orang akan diganjar hukuman dan akan celaka atau (kualat, bahasa Jawa), jika mencoba menelisik siapa sebenarnya Mbah Bungkul. Dari penelusuran posmo, Mbah Bungkul merupakan keturunan Ki Gede atau Ki Ageng dari Kerajaan Majapahit. Ada yang menyebut, Bungkul sebagai Ki Ageng Supo.  Ada juga yang mengatakan Mpu Supo, sebutan orang tersohor yang memiliki kelebihan di zamannya. Setelah memeluk Islam, berganti sebutan menjadi Ki Ageng Mahmuddin.

Sayembara Ki Supo
Ada suatu cerita menatik tentang Ki Supo. Ki Supo ingin menikahkan putrinya, namun belum mendapatkan sosok lelaki yang sesuai. Lalu Supo membuat sayembara, siapa pun laki-laki yang dapat memetik delima yang tumbuh di kebunnya akan dijodohkan dengan putrinya, Dewi Wardah. Meski telah banyak yang mengikuti sayembara, belum ada satu pun yang mampu memenuhi persyaratan itu. Bahkan sebagian dari mereka ketika memanjat berusaha untuk mengambil buah delima jatuh dan berakhir dengan kematian. Pada suatu hari Raden Paku berjalan melewati pekarangan Ki Ageng Supo yang terdapat pohon delima itu. Sesampai di bawah pohon delima tiba-tiba pohon delima itu jatuh. Kemudian Raden Paku menyerahkan buah delima tersebut kepada Sunan Ampel. Sunan Ampel berkata kepada Raden Paku, “Berbahagialah engkau karena sebentar lagi engkau akan diambil menantu oleh Ki Ageng Supo. Engkau akan dijodohkan dengan putri beliau yang bernama Dewi Wardah.” “Kanjeng Sunan, saya tidak mengerti apa maksud Kanjeng Sunan, bukankah sebentar lagi saya akan menikah dengan putri Kanjeng Sunan.” “Agaknya ini sudah menjadi suratan takdir bahwa engkau akan mempunyai dua orang istri, putriku Dewi Murtosiah dan putri Ki Ageng Supo, Dewi Wardah.”Kemudian Sunan Ampel menceritakan perihal sayembara yang telah dibuat Ki Ageng Supo. Raden Paku mengangguk-angguk mendengar cerita Sunan Ampel. Ada cerita dengan versi lain bahwa Ki Ageng Supo sengaja memetik buah delima dan menghanyutkan ke sungai. Delima itu dihanyutkan ke Sungai Kalimas yang mengalir ke utara. Aliran air sungai ini bercabang di Ngemplak menjadi dua. Percabangan sebelah kiri menuju Ujung dan sebelah kanan menuju Kali Pegirikan. Buah delima itu terapung dan hanyut ke kanan. Suatu pagi seorang santri Sunan Ampel yang mandi di Pegirikan, Desa Ngampel Denta menemukan delima itu. Sang santri (Raden Paku) pun menyerahkannya ke Sunan Ampel. Oleh Sunan Ampel delima itu disimpan. Besoknya, Supo menelusuri bantaran Kalimas. Sesampainya di pinggiran, ia melihat banyak santri mandi di sungai. Supo yakin di sinilah delima itu ditemukan oleh salah satu di antara para santri tersebut. “Apakah ada yang menemukan delima,” tanya Supo setelah bertemu Sunan Ampel. Raden Paku, murid Sunan Ampel dipanggil dan mengaku. Singkat cerita, Raden Paku menikahkan dengan anak Ki Ageng Supo, Dewi Wardah. Ki Ageng Supo akhirnya memperoleh mantu seorang santri dari Ampel denta yakni Raden Paku. Sedangkan Raden Paku pada akhirnya menikahi dua orang putri Dewi Murtosiah, putri Sunan Ampel, dan Dewi Wardah, putri Ki Ageng Supo. Mereka hidup berbahagia selamanya. Menyoal kawasan di makam Mbah Bungkul terdapat cerita unik yang dihimpun posmo yang nengarah ranah mistik. Disebutkan bahwa Mbah Bungkul alias Ki Supo merupakan sosok dengan sifat yang dermawan. “Terkait dengan sifat loman (dernawan, red) inilah bagi siapa saja yang mengais rezeki akan diberikan kemudahan. Bahkan dengan bersih-bersih makam pun keluarganya mengalami peningkatan karier,” ungkap Soebakri Siswanto lagi. Namun jangan senang dulu Pantang rezeki yang diperoleh di kawasan sekitar Taman Bungkul dipergunakan untuk hal-hal yang tjdak baik. “Bisa-bisa kualat,” tutur Sis, panggilan akrab juru kunci makam Mbah Bungkul  ini. HUDA

Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur : POSMO : Membuka Mata Batin; editor : edisi 618, 23 Maret 2011

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Surabaya, Wisata Relegi dan tag , , , , , . Tandai permalink.

5 Balasan ke Profil Mbah Bungkul : Sifat Kedermawanannya Sawabi Rezeki Melimpah

  1. moh.bisri berkata:

    Cocok dg penglihatan saya, beliau berpampilan tdk spt kyai pd umumnya, tp pakain sederhana khas jawa kuno, dg tongkat yg cukup besar dg bentuk aneh…sdg taman bungkul skrg juga merupakan tempat tinggal beliau. Atau jg sbg tempat khalwat ki ageng bungkul. Pd masa itu tumbuh pepohonan besar dan rindang dg bangun khas jawa kuno spt balai balai dg ukuran kecil

  2. hendra berkata:

    oooo

  3. amien syamsuddien berkata:

    kata guru saya mbah bongkol itu mertua sunan ampel

Tinggalkan komentar