Kebesaran Jawa Timur


Jejak-Jejak Kebesaran Jawa Timur

Menurut Kitab Pararaton yang diterjemahkan Brandes (1896). Pada tahun 1296 Caka atau 137 Masehi telah terjadi bencana yang saat itu disebut sebagai “Pagunung Anyar” yang meruntuhkan Majapahit. kerajaan Nusantara terbesar pada soot itu. Bencana Pagunung Anyar ini oleh para ahli sejarah dan geologi ditafsirkan sebagai kejadian erupsi gunung lumpur seperti yang terjadi di Porong. Sidoarjo sejak 2006.

Kisah sejarah ini terkait dengan panorama indah sebuah gunung yang dikeramatkan oleh penduduk sekitarnya yang tampaknya (seperti jejak peninggalan yang ditemukan kemudian) dikeramatkan pula oleh tokoh-tokoh kerajaan masa lalu sejak Empu Sindok. Erlangga. dan para pengikutnya. Gunung ini sekarang lebih dikenal dengan nama Gunung Penanggungan. Gunung Penanggungan berada di wilayah Pasuruan berbatasan dengan Mojokerto. Namanya tidak terlalu besar jika dibanding Gunung Semeru atau Bromo. Tingginya hanya 1.659 meter dari permukaan laut. Posisinya di utara Gunung Arjuno-Welirang. Gunung Penanggungan adalah gunung paling dekat ke lokasi semburan Lumpur Porong. Namun ahli geologi menempatkan Gunung Penanggungan pada posisi yang penting dalam hikayat jatuh bangunnya kerajaan (Daldjoeni, 1984; Lambard, 1990).

Secara geologis gunung ini terletak di sebelha selatan Sungai Porong dan sebelah selatan dari Gawir Wotukosek, sebuah gawir sesar (patahan dalam istilah geologi) hasil deformasi Sesar Wotukosek yang juga membelokkan Sungai Porong, melalui gunung-gunung lumpur di sekitor Surabaya dan Bangkalan Madura.

Kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Jawa Timur, selain berurat nadi di sepanjang Sungai Brantas,juga mengelilingi Gunung Penanggungan. Misalnya Kerajaan Kahuripan, Jenggala, Daha, Majapahit , dan Tumapel (Singhasari). Daerah genangan Lumpur Porong sekarang dulunya adalah wilayah Kerajaan Medang atau Kerajaan Kahuripan dari zaman Empu Sindok dan Raja Erlangga, juga termasuk ke dalam wilayah Majapahit.

Setiap kali ada kekacauan di wilayah kerajaankerajaan itu, maka Gunung Penanggungan dijadikan medan strategi perang. Erlangga pun pada saat pengungsian dari serangan Worawari tahun 1016, yang menewaskan Dharmawangsa mertuanya (Maha Pralaya), bersembunyi di

Penanggungan sambil memandang ke utara menuju lembah Porong dan Brantas memikirkan bagaimana membangun kerajaan yang baru. Penanggungan pun dijadikan tempat untuk memuliakan (memakamkan) tokoh-tokoh kerajaan. Di lereng timur gunung ini di Belahan terdapat makam Erlangga, makam Empu Sindok di Betra, dan makam ayah Raja Erlangga di Jalatunda. Di Penanggungan ini pula terdapat ratusan candi (sebagai tempat pemujaan), yang saat ini tidak  terawat. Makam-makam keramat ini ditemukan penduduk sekitar Penanggungan secara tidak sengaja (soot mereka membakar gelagah yang menutupinya untuk keperluan pembuatan pupuk) mulai awol abad ke-20 setelah beratus-ratus tahun terkubur.

Pemandangan dari Gunung Penanggungan menuju ke lembah dan Delta Brantas memang tampak permai dan subur, sehingga banyak kerajaan didirikan di dataran Brantas.

Menurut Nash (1932) – “hydrogeologie der Brantas vlakte”, Delta Brantas terbentuk berabad-abad lamanya. Peranannya penting di dalam percaturan politik kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Jawa Timur. Kejayaan dan runtuhnya kerajaan-kerajaan ini banyak dipengaruhi oleh segala yang terjadi di Delta Brantas.

Pada tahun 1930, tanah Delta Brantas tidak stabil karena di bawahnya masih terus saja bergerak tujuh jajaran antiklin sebagai sambungan ujung Pegunungan Kendeng yang mengarah ke Selat Madura. Pernah terjadi kenaikan tanah di sekitar sambungan (muara) Kali Brantas dengan Kali Mas; palung sungai bergeser ke kiri sehingga airnya mengalir ke barat setelah mengisi cekungan yang dinamai Kedunglidah (di sebelah barat Surabaya sekarang), kemudian mengalir menuju lout dan bermuara di dekat Gresik. (Menurut catatan sej arah, Kedunglidah itu masih ada pada tahun 1838).

Denys Lombard, ahli sejarah berkebangsaan Prancis yang menulis t iga volume tebal buku sejarah Jawa tahun 1990 “Le Carrefour Javanais – Essai d’Histoire Globale” (sudah diterjemahkan oleh Gramedia sejak 1996 dan cetakan ketiganya diterbitkan Maret 2005) menulis tentang “Prasasti Kelagyan” zaman Erlangga bercandra sengkala 959 Caka (1037 M). Kelagyan adalah nama Desa

Kelagen sekarang, berada di utara Kali Porong. Prasasti Kelagyan menceritakan, bahwa pada suatu hari Sungai Brantas yang semula mengalir ke utara tiba-tiba mengalir ke timur memutuskan hubungan negeri Jenggala dengan laut, merusak tanaman dan menggenangi rumah-rumah penduduk. Erlangga turun tangan dengan membangun bendungan besar di Waringin Pitu dan memaksa sungai kembali mengalir ke utara.

Bencana seperti ini terjadi berulang-berulang. Bencana yang soma yang dicatat di dalam buku Pararaton terjadi lagi tahun 1256 Caka (1334M) pada zaman Majapahit.  Sejak zaman Kerajaan Medang abad ke-9 dan 10. Delta Brantas yang dibentuk duo sungai (Kali Mas dan Kali Porong) dikelola dengan baik. Muara Brantas dijadikan pelabuhan untuk perdagangan (Pelabuhan Hujung Galuh). Ibukota kerajaan didirikan dan dinamakan Kahuripan yang letaknya di dekat Desa Tulangan-utara Kali Porong. di sebelah barat Tanggulangin. Wilayah Kabupaten Sidoarjo sekarang (sekitar 10 km ke sebelah utara baratlaut dari lokasi semburan Lumpur Porong sekarang).

Daldjoeni (1984) menulis. bahwa sejak runtuhnya Kerajaan Majapahit pada akhir tahun 1300-an. mungkin bukan hanya karena sepeninggal Patih Gajah Mada (1364 M) atau Raja Hayam Wuruk (1389 M). tetapi juga dapat dihubungkan dengan mundurnya fungsi Delta Brantas yang didahului oleh rentetan bencana geomorfologis yang dalam buku-buku sejarah tidak pernah ditulis.

Cerita sejarah yang berkembang mencatat. Kerajoan Jenggala (Kahuripan) runtuh dan kemudian dianeksasi oleh Kerajaan Panjalu (Kediri ). Kedua kerajaan ini sebelumnya adalah pecahan dari Kerajaan Erlangga pada abad ke-11 . Saat itu pelabuhan dipindahkan dari Brantas ke pedalaman di Canggu. dekat Mojokerto sekarang.

Kerajaan Majapahit muncul pad a tahun 1293 M setelah Kediri runtuh. Pusat kerajaan kembali mendekati laut di Delta Brantas. Sehingga Majapahit menjadi kerajaan yang menguasai maritim dan menjadi besar. Dalam hubungan dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit. kitab Pararaton mencatat (Brandes. 1896: “Pararaton” terbit lagi tahun 1920 setelah diedit oleh N.J. Krom):

  • Bencana yang dalam kitab Pararaton disebut “Banyu Pindah” (terjadi tahun 1256 Caka atau 1334 M).
  • Bencana yang dalam kitab Pararaton disebut  “Pagunung Anyar” (terjadi tahun 1296 Caka  atau 1374 M)

Secara horafioh.
Banyu Pindah = Air Pindah.
Pagunung Anyar = Gunung Baru.
 

Profile Jawa Timur, hlm.6

 

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Sejarah dan tag , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar