Dolly: Perempuan-perempuan mesin uang yang selalu terhimpit kepedihan


Perempuan-perempuan penjaja cinta ini menjadi mesin uang di kawasan Dolly. Cipratan rezekinya menyebar ke mana saja Tapi tak pernah membuat kehidupan mereka menjadi lebih nyaman. Saat malam beranjak, lampu-lampu di kawasan Dolly pun mulai menyala gemerlap monyoroti tubuh-tubuh perempuan yang duduk mejeng di kursi sofa dalam etalase kaca yang tembus pandang. Ratusan orang berjalan hilir mudik mengamati para perempuan berdandan seksi yang dipajang bak barang dagangan tersebut. Para perempuan di balik kaca itu memperlihatkan ekspresi yang beragam; malu, cemas, sekaligus menggoda. Berikutnya semuanya berlangsung Singkat. Pengunjung yang berhasrat tinggal menunjuk perempuan yang diminati, makelar yang berjajar di depan etalase kemudian menuntun si tamu tersebut ke kamar praktik di wisma.

Bersama dengan bergulirnya roda bisnis seks di kawasan tersebut, ekonomi rakyat di sekitarnya juga berdenyut. Itu bisa terlihat dari dari ratusan mobil dan motor yang memenuhi teras rumah penduduk yang telah disulap menjadi tempat parkir. Tarif parkir mobil sekitar 20 ribu sedangkan motor 3 ribu. Jika menginap tarifnya bisa lipat.  Para penjaja makanan, panganan kecil, minuman dan rokok tak mau ketinggalan. Jalan yang sesak itu pun menjadi riuh oleh kepulan asap tukang sate, tukang nasi goreng, serta dentingan minuman keras. Taksi, tukang becak, bahkan pengemis pun turut memeriahkan jalan sempit itu. “Sudah lima tahun, saya berjualan di sini. Pendapatan kotor saya sekitar 400 ribu semalam,” ujar Samirin (46), pedagang kakilima yang menjual aneka minuman dan rokok di jalan Jarak, di Ujung Gang Dolly.

Putaran ekonomi tak hanya terjadi di malam hari tetapi juga menggeliat di pagi hari, ketika para “anak asuh” sedang istirahat. Saat itu banyak ibu rumah tangga mencuci baju para “anak asuh”,  pedagang pakaian menawarkan pembelian kredit, pedagang minuman memasok bir atau bermacam minuman keras lainnya, dan took-toko emas serta salon di sekitar kawasan tersebut juga ramai dikunjungi oleh perempuan-perempuan. Keramaian di Kawasan Dolly dan Jarak tersebut menggambarkan, betapa banyak orang yang kecipratan rezeki. Melalui keberadaan bisnis seksi itu terlanjur memberikan multiplying effec yang menghidupkan ekonomi rakyat setempat. Bahkan sebagaian masyarakat sudah menggantungkan kebutuhan hidupnya dari tempat itu.

Kawasan Dolly yang hanya sepanjang 150 meter itu seperti menjadi pusat pergerakan ekonomi sekitarnya. Di tempat ini diperkirakan ada sekitar 55 wisma dan sekitar 530 PSK. Sementara itu, di Jarak yang terletak di perkampungan yang berada di seberang Dolly yang luasnya sekitar tiga hektar tersebut ada sekitar 5OO-an wisma dengan 2.155 “anak asuh”.  Jika Dolly identik dengan jasa seks bagi kalangan menengah atas, jarak yang tarifnya jebih murah dan banyak didatangi kelas bawah. Jasa PSK Dolly sekitar Rp80.000-Rp200 ribu untuk sekali kencan selama satu jam. Di Jarak, tamu hanya perlu merogoh kocek Rp60.000 – Rp80.000 untuk sekali kencan. Jika satu PSK melayani sekitar 10 tamu per malam dengan tariff rata-rata Rp100.000 untuk sekali kencan, uang yang beredar di Dolly sekitar Rp530 juta per malam. Dengan perhitungan satu PSK di Jarak punya tiga tarrm permalam dengan tarif Rp. 70.000 sekali  kencan, maka transaksi bisnis seks disitu mencapai Rp452,55 juta per malam. Jadi total uang yang beredar di Dolly dan jarak mencapai Rp982,55 juta per malam. Jika hitungan itu diperpanjang selama sebulan, total perputaran uang di kawasan itu mencapai Rp. 29,476 miliar per bulan. Itupun hanya menghitung jasa layanan seks oleh PSK, belum mencakup penjualan minuman, makanan, dan lain;lain yang mencapai ratusan juta rupiah.

Taruhlah jika satu wisma menjual dua krat bir seharga Rp250 ribu per krat, maka total transaksi penjualan bir dari 455 wisrna Dolly-jarak mencapai Rp227,5 juta per malam. “Itu hitungan minimal, pendapatan kami dari menjual bir malah sering Rp 1 juta per malam,” ujar Bambang (45), pengelola wisma dan karaoke di kawasan Dolly. Roda ekonomi miliaran itu berpangkal pada jasa pelayanan seks oleh PSK. Dari total tariff  jasa pelayanan kencan, seorang PSK rata-rata hanya menerima separuhnya, bahkan sangat mungkin kurang. Separuh lagi masuk kantong germo atau mucikari. Sebagian kecil disimpan sebagai laba bersih, sebagian lagi untuk membiayai opersional wisma, membayar makelar, preman, keamanan, dan berbagai pungutan lain. Begitulah dalam bisnis seks, PSK adalah mesin industri yang menggerakan hampir semua lini. Mereka dieksploitasi untuk mendulang uang yang dinikmati banyak kalangan. Jika sudah beranjak tua dan kehilangan pesona seksual, dengan sendirinya PSK itu bakal tersingkir.

Apapun alasan yang melatar belakangi para wanita-wanita yang terjun menjadi pekerja seks, nampaknya harus siap menerima dalil bahwa tubuh mereka menjadi mesin uang baik bagi dirinya sendiri atau pun orang-orang di sekitarnya.

“Kerja dari pukul 16.00 sampai pukul 03.00, biasa melayani sekitar 10 tamu,” ungkap Rina (27), perempuan berambut lurus, berkulit putih asal Pekalongan, yang baru menjadi penghuni wisma ‘M’ di Dolly sejak sekitar Maret 2011 lalu. Rina menjadi pelacur setelah cerai dengan suaminya Hamid (32), yang selingkuh dengan teman dekatnya. Evi juga mengaku di kisaran itulah omzetnya. Perhari, ia rata-rata menerima delapan tamu dari pukul 18.00 sampai pukul 03.00. Omzet tinggi tapi jangan dibayangkan penghasilannya berlimpah. Setiap tamu, membayar Rina Rp100.000 untuk ‘ngamar’ per jam. Namun dari jumlah uang itu, Rina hanya menerima Rp45.000. Sisanya untuk germo pemilik wisma dan makelar yang menawarkan Rina pada tamu. Evi pun kurang lebih demikian. Tarifnya memang Rp150.000 per jam termasuk tinggi di kawasan Dolly akan tetapi yang diterimanya hanya Rp55.000 sekali ngamar. Yang Rp55.000 untuk germo, Rp25.000 untuk sewa kamar, dan Rp15 ribu untuk karyawan wisma yang menawarkan kepada tamu. “Premi dijanjikan dibayarkan setiap bulan. Dipotong untuk beli sabun dan untuk merawat kecantikan”, papar Evi. Di kamarnya yang seluas 4 X 4 meter (pakai AC, kamar mandi di dalam), tergeletak tube-tube krim untuk srub dan oil lightening merk Ponds dan Vaseline penghalus kulit seperti yang biasa dipakai orang-orang kota. Parfumnya pun Bulgari, Aqva pourhome. “Saya suka parfum untuk laki-laki. “Baunya lebih enak,” ujar Evi. Semua itu, katanya, dibeli melalui wisma. Tinggal potong premi bulanan. Harga produknya? Tentu saja tidak sama dengan harga di luaran. Kan masih harus memberi ongkos jasa membelikan juga. Ambil contoh bedak Pixi yang dipakai Rina. Jika di toko hanya Rp14.000, di wisma ‘B’ dijual Rp25.000 untuknya. Kaus yang Rp30.000 dibelinya seharga Rp60.000. Celana panjang? Wah, tidak murah, Rp150.000, bisa dicicil selama 15 hari, per-harinya Rp10.000. “Kalau tidak dicicil, tidak terbeli,” gumam Rina.

Belum termasuk angsuran pinjaman Rp10 juta dari sang germo, yang dicicilnya per bulan. Lumayan, pinjaman itu dipakai untuk mengangsur rumah sederhana 6X12 meter di Pekalongan seharga Rp73 juta. Uang muka dibayarnya Rp5 juta, angsuran Rp700.000 per-bulan.  Kebutuhan sehari-hari yang lainnya yang harus dibayar Rina adalah untuk jasa cuci dan layanan kesehatan Rp110.000 perbulan. Belum termasuk kebutuhan beli sepatu dan pakaian dalam yang tentu saja tak sedikit biayanya. Uang memang mengalir begitu cepatnya bagi pekerja seks di Dolly. Cepat datang dan cepat pula perginya. tim

Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur:   Liberty. edisi 2467, 21-30 Nopember 2011.

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Surabaya, Th. 2011 dan tag , , , , . Tandai permalink.

16 Balasan ke Dolly: Perempuan-perempuan mesin uang yang selalu terhimpit kepedihan

  1. vian berkata:

    Kasihan nasib para PSK. mereka mengorbankn diriy utk bs memenuhi kebutuhan hdupy. q harap mereka bs sabar n menemukan jalan yg terbaik n lbih baik lg. tak selamaya mrka akn hdup sbgai PSk. smua psti pnya keinginan utk berubah.

    • Semoga niatan Pemprov Jatim yang menargetkan ta­hun 2012 yang lalu akan mengentas dan memulangkan sebanyak 701 orang wanita tuna susila (WTS) ke daerah asal. Mereka tersebar di lokalisasi Surabaya (253 WTS), Banyuwangi (103 WTS) dan Tulungagung (345 WTS), bisa terlaksana di akhir tahun 2013 ini.

  2. adamking berkata:

    ea bgitulah keseimbangan roda kehidupan dunia.

  3. Ki Matadji berkata:

    Yo wis…

  4. Mrs. U berkata:

    penghasilan tak sepadan dg kebutuhan hidup dan juga tak sepadan dg dosa yg ditanggung, smg segera mendapat pencerahan dan kehidupan yg lebih baik di dunia dan akherat.

  5. Pujy alexandriia berkata:

    Sungguh dunia ini pnuh prjuangn…seakn tk kunjung brhnti..

  6. Bayu berkata:

    Segala kehidupan..mempunyai makna tersendiri didalamnya

  7. Irul berkata:

    Mereka butuh uluran doa kita…….

  8. izam berkata:

    aq ada di pamekasan

  9. Saiful Mujjny berkata:

    Sbnrx mHati mereka mnangis tp krn himpitan ekonomi mreka jd bgni

  10. arlia berkata:

    Naudzubillahi min dzalik, sebenarnya masih banyak pekerjaan yg ebih pantas dan berkah jika memang mau berusaha, tuhan pasti memberikan jalan rejeki..

  11. Ir. Haji Lalu Muhammad Hamdan Sjahrul, SH. berkata:

    hehehe…..
    cekuwek…ewer…ewer…..cekuwek…zomzed…….

  12. tiar efendy berkata:

    Kasian para PSK

  13. muji burrahman berkata:

    Ga usah banyak ceramah..klo anda ga bisa bantu kehidupan mereka,yg mereka butuhkan itu materi buka ceramah,,anda ga ada di posisi mereka jd anda ga akan mengerti,urusan akhirat mah itu urusan mereka dengan allah

Tinggalkan komentar