Surabaya, Masa Pemerintahan Hindia Belanda


Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya terletak di pantai utara Pulau Jawa (Selat Madura) pada garis bujur timur 112° 30′ – 113°0′ dan garis lintang selatan 7°0′ — 7° 30′. Batas Daerah Administratifnya yalah : utara Selat Madura, selatan Kabupaten Sidoar­jo, timur Selat Madura, dan barat Kabupaten Gresik

Wilayah dengan luas 291,78 Km2 serta menurut data terakhir- berpenduduk 1.807. 112 jiwa ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan tata pemerintahan, organisasi, pembagian wilayah administrasi dari satu pe­riode ke periode lain seb’agai berikut :

Pemerintahan Kota Surabaya menurut sejarah berdiri sejak 1 April 1906 dengan da­sar pasal 1 Instellings Ordonantie, Staatblad 1906 Nomor 149.

Luas daerah kewenangan Pemerintah Gemeente Surabaya saat itu seluas Ibu Kota Karesiden Surabaya, yakni kurang lebih 103 Km2, meliputi tanah-tanah eigendom, parti­kelir (particuliere landerijen), militer dan pe­merintah.

Kepala Daerah Gemeente Surabaya se­mula dirangkap oleh seorang Asisten Resi­den yang merangkap Asisten Residen untuk Kabupaten (Afdeling) Surabaya serta menja­bat pula sebagai Ketua Dewan Gemeente (Gemeente Raad). Pada waktu itu belum ada jabatan Burgermeester (Walikota).. Dewan Gemeente terdiri dari : 15 orang Eropa, 5 orang Indonesia, 3 orang Timur Asing. Urusan yang ditangani Pemerintah Ge­meente Surabaya belum banyak. Dinas-dinas Gemeente hanya terdiri dari :

Bagian Umum (Gemeente Secretarie) .

Bagian Pekerjaan Umum (Gemeente Werken) yang meliputi Dinas Brand- weer, Dinas Bangunan dan Dinas Saluran. Bagian Perusahaan (Gemeente Bedrij- ven), antara lain Perusahaan Air dan Pembantaian.

Bagian Dinas Kesehatan Umum yang juga bertugas memeriksa kebersihan pabrik-pabrik roti dan Dinas Kese­hatan dengan tugas mengawasi tem­pat persewaan gerobak, dokar serta pemerahan susu. Sebagai bantuan pertama kepada Ge­meente Surabaya guna penyelenggaraan tugas pemeliharaan dan bantuan jalan, petamanan, jembatan, pembantaian dan sebagainya, maka semua pengeluarannya dibebankan pada ang­garan Pemerintah Pusat. Kemudian berangsur- angsur dengan penyerahan wewenang sebagaimana tercantum dalam Staatsblad 1906 \omor 190. Staatsblad 1915 Nomor 307, Staatsblad 1907 Nomor 29 dan selanjutnya Staatsblad 1926 Nomor 212, urusan yang semula ditangani oleh Pemerintah Pusat mu­lai dibebankan kepada Pemerintah Gemeente Surabaya. Pendapatan Gemeente Surabaya se­mula hanya berasal dari penjualan air dan pemakaman, kemudian pada tahun 1907 sumber pendapatan bertambah antara lain dari pendapatan bunga simpanan uang dan pajak tontonan. Selanjutnya berturut-turut pada tahun 1908 timbjn sumber pendapatan Gemeente Surabaya dari Pembantaian, Peru­sahaan Tanah, Pajak dan Perijinan Pendirian Bangunan. Gedung Gemeente yang cukup luas baru dimiliki pada bulan Oktober 1923, yaitu Kan­tor Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surabaya yang sekarang beralamat di Jalan Taman Surya Nomor 1 Surabaya. Sebelum­nya adalah rumah sewa di Jalan Gembiongan Nomor 67 dengan keempat Bagian Gemeente Surabaya. Karena tuntutan sebagai akibat perluasan masalah yang ditangani, pindah ke Jalan Kedungdoro, yang sekarang ditempati Jawatan Gedung-gedung Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur. Untuk gudang pe­nyimpanan bahan-bahan Perusahaan Air telah dibangun gedung di atas tanah di Jalan Semut. Daerah Gemeente Surabaya semula di­bagi atas 25 Wijken yang masing-masing di­kepalai seorang Wijkhoofd, namun kemudian diubah menjadi pembagian wilayah 26 Wijken berdasarkan Keputusan Residen Surabaya tanggal 27 April 1914, No. 2/24, dengan Wijk A, Wijk B, Wijk C dan seterusnya. Di samping itu masih terdapat pula Desa Otonom (Inlandsche Gemeente) sehingga di Wilayah Gemeente Surabaya dikenal ada­nya Daerah Otonom Gemeente Surabaya yang tunduk pada Hukum Barat, Daerah Otonom Desa yang tunduk dan berdasar pada Hukum Adat. Jumlah penduduk orang Indonesia (pri­bumi) pada tahun 1913 semakin berkurang dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya, karena banyak penduduk yang pindah ke desa-desa sekeliling kota. Mereka menderita kesulitan perumahan karena tanah-tanah parti- kulir yang semula mereka tempati terpaksa harus ditinggalkan guna perumahan bagi orang-orang Eropa Gemeente Soerabaia memang dijadikan semacam “Europese Enclave”, yang lebih mengutamakan kepentingan bangsa Eropa. Jumlah penduduk pada tahun 1913 mencapai 133.632 jiwa dengan perincian : Eropa 8.063

jiwa, Cina 16.685 jiwa, Indonesia 105.817 jiwa, Arab 2.693 jiwa dan Timur Asing lain­nya 374 jiwa. Perkembangan Pemerintah Gemeente Surabaya selanjutnya menunjukkan adanya pe­nyempurnaan desentaralisasi. Berdasar Decen- tralisatie Besluit 1905, Gemeente Soerabaia yang lahir pada tanggal 1 April 1906 merupa­kan “Ressort Gemeente”, selanjutnya berda- sar Stads Gemeente Ordonantie tanggal 10 Oktober 1926 dengan Staatsblad 1926 No. 365, sebutan “Ressort Gemeente” telah diu­bah menjadi “Stads Gemeente” mulai 1 Ja­nuari 1929 dan disebut pula sebagai “Zelfstan- dige Rechtsgemeenteschappen”. Pemerintah Gemeente Soerabaia terdiri dari tiga unsur, i«lah : 1. Dewan Gemeente (Gemeente Raad), 2. Collage van Burgermees­ter en Wethouders, 3 Burgermeester. Dalam hal belum ada wethouders, Pe­merintahan dijalankan oleh Dewan Gemeen­te dan Burgermeester. Dewan Gemeente terdiri dari 27 anggota, yang mutlak terdiri dari warga negara Belanda sedang Burgermees­ter adalah pegawai negara yang diangkat dan •diberhentikan oleh Gubernur Jendral. Apabila Burgermeester berhalangan ma­ka yang mewakili salah seorang di antara para Wethouder sedangkan Gubernur sewaktu- waktu atas usul serta pertimbangan Dewan Wethouders, dapat mengangkat Loco Burger­meester. Pada tahun 1931 jumlah penduduk ber­tambah menjadi 260.000 jiwa. Berarti naik dua kali dibanding pada tahun 1913. Tanggal 1 Januari 1931 merupakan pe­ristiwa penting yang patut dicatat, oleh karena dualisme eselon Pemerintah terbawah Wijk dan Desa Otonom berakhir dengan dilebur­nya Desa-desa Otonom ke dalam Wijken di Wilayah Stads Gemeente Surabaya. Peleburan tersebut merupakan akibat bertambahnya

penduduk, sehingga sawah, ladang, tanah gem­bala semakin menyempit. Dengan peleburan Desa Otonom tersebut maka kepamongpraja- an dalam daerah Stads Gemeente Surabaya dilakukan oleh “Plaatselijke—Land—Bestuurs- dienst” yang terdiri dari seorang Wedana Kota, 5 orang Camat dan 26 Wijkhoofd. Kepamongprajaan dari Daerah Stads Gemeen­te Surabaya tersebut kemudian ditingkatkan dari Wedana Kota menjadi Bupati Surabaya sedang bidang Otonom dilakukan oleh Bur­germeester selaku Kepala Daerah Gemeente Soerabaia sekaligus sebagai pengganti Asisten Residen. Burgermeester pertama adalah Mr.A. Meyroos yang diangkat pada tanggal 21 Agus­tus 1916. Adapun urutan Burgermesster/ Walikota sampai dengan berlakunya Undang- undang No. 5 Tahun 1974.

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Surabaya Dalam Lintasan Pembangunan, Sub Bagian Humas & Protokol, Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya, Surabaya, 1980. hlm. 20-25

Tentang Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur
Pos ini dipublikasikan di Sejarah, Surabaya, Th. 1980 dan tag , , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar